KEDIRI — Sebuah video mengejutkan ramai beredar di media sosial. Isinya memperlihatkan awan tebal disertai kilatan petir, diklaim sebagai momen erupsi Gunung Kelud. Tayangan tersebut dengan cepat menyebar dan memicu keresahan di kalangan warga. Hingga Tagana Kota Kediri pun diperintahkan mencari kebenaran informasi tersebut dengan mendatangi lokasi gunung berapi, berada di wilayah Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri.
Namun, kebenaran video itu langsung dibantah oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kediri. Melalui Kepala Pelaksana BPBD, Stefanus Djoko Sukrisno, menegaskan bahwa video tersebut adalah hoaks.
“Gunung Kelud saat ini dalam kondisi stabil. Tidak ada tanda-tanda aktivitas vulkanik yang mengarah ke erupsi. Kami minta masyarakat tidak mudah panik dan selalu cek kebenaran informasi,” jelasnya, Kamis (29/5).
Warga sekitar pun membenarkan bahwa situasi di sekitar gunung tetap tenang. Johan, salah satu penduduk Desa Ngancar yang berada di kaki Gunung Kelud, menyatakan tidak ada aktivitas mencurigakan.
“Semua aman di sini. Tidak ada letusan, tidak ada suara gemuruh. Kami malah baru tahu dari media sosial,” ujar Johan
Penyebaran informasi palsu seperti ini tidak bisa dianggap sepele. Selain memicu kecemasan publik, hal ini juga bisa berujung ke proses hukum yang serius. Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1946, menyebarkan berita bohong yang menyebabkan keonaran bisa diancam hukuman hingga 10 tahun penjara. Ditambah lagi, UU ITE Pasal 28 ayat 1 memberikan sanksi pidana dan denda hingga Rp1 miliar bagi penyebar hoaks.
BPBD pun mengingatkan masyarakat untuk selalu merujuk ke sumber resmi, seperti PVMBG atau BPBD, sebelum mempercayai atau menyebarkan kabar terkait bencana.
“Kami terus melakukan pemantauan dan akan segera menginformasikan perkembangan resmi jika ada. Jangan mudah terprovokasi berita yang belum jelas sumbernya,” tegas Djoko.
Di tengah gempuran arus informasi digital, bijak dalam menyaring berita menjadi kewajiban bersama. Jangan sampai jari yang terlalu cepat membagikan info, justru menciptakan kepanikan massal.
jurnalis : Rohmat Irvan Afandi