Perjalanan kasus ini akan menjadi ujian bagi transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran publik, terutama di sektor olahraga yang kerap luput dari sorotan tajam.
KEDIRI – Penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Kediri tahun anggaran 2023 memasuki tahap krusial. Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kediri mengonfirmasi bahwa berkas perkara telah resmi dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Dengan pelimpahan ini, persidangan tinggal menunggu penetapan jadwal dari pengadilan.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kota Kediri, Nurngali, menyatakan bahwa seluruh tahapan administrasi telah tuntas tanpa hambatan. “Pelimpahan berkas berjalan lancar. Kini tinggal menunggu jadwal sidang ditetapkan,” ujar Nurngali saat dikonfirmasi, Rabu (25/06).
Sidang perdana diperkirakan akan digelar minggu depan dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum. Sementara itu, status tiga tersangka dalam kasus ini masih sebagai tahanan pengadilan, yang kini dititipkan di Lapas Kelas IIA Kediri.
Ketiga tersangka merupakan mantan pengurus inti KONI Kota Kediri:
-
Kwin Atmoko, mantan Ketua KONI,
-
Dian Ariyani, mantan Bendahara, yang sempat mangkir dari panggilan penyidik dengan dalih sakit,
-
dan Arif Wibowo, mantan Wakil Bendahara.
Nurngali menegaskan bahwa semua terdakwa masih dalam tahanan dan akan dibawa ke Surabaya jika pengadilan memutuskan sidang dilakukan secara offline. Namun, jika mengikuti skema sebelumnya, sidang bisa berlangsung secara daring dari dalam lapas.
“Belum ada keputusan teknis dari pengadilan. Bila daring, maka akan tetap dari lapas,” ujarnya.
Kasus ini menyita perhatian publik, bukan hanya karena besarnya nilai kerugian negara, tetapi juga karena posisi strategis para tersangka dalam pengelolaan dana publik. Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian yang ditimbulkan diperkirakan mencapai Rp2,4 miliar, berasal dari pengelolaan dana hibah sebesar Rp. 10 miliar yang dipergunakan tidak sesuai aturan.
Ketiganya dijerat dengan Pasal 2, 3, dan 8 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang masing-masing diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara hingga seumur hidup, tergantung pembuktian di pengadilan.
Ironisnya, dana yang seharusnya digunakan untuk pengembangan olahraga dan mendukung atlet justru diduga disalahgunakan oleh pihak yang dipercaya mengelolanya. Kini, masyarakat menanti bagaimana komitmen penegak hukum dalam mengusut tuntas dan memberikan hukuman yang setimpal terhadap para pelaku.
jurnalis : Kintan Kinari Astuti