Musim 2025/2026 menjadi babak baru yang penuh tantangan bagi Persik Kediri. Klub kebanggaan warga Kediri ini tidak sekadar akan menjalani kompetisi Liga 1, tapi juga harus menghadapi serangkaian persoalan mendasar yang dapat memengaruhi performa mereka sepanjang musim.
Setelah era Manajer Iwan Budianto yang sempat membawa kejayaan, kini Macan Putih kembali mencari arah dan identitas baru di bawah komando Mochamad Syahid Nur Ichsan.
penulis : Nanang Priyo Basuki – jurnalis kediritangguh.co
1. Realita Finansial
Tak bisa dimungkiri, Persik bukanlah klub dengan kekuatan finansial sekelas Persib Bandung atau Dewa United. Pelatih anyar Ong Kim Swee bahkan secara terang-terangan menyatakan bahwa keterbatasan anggaran membuat klub tak leluasa dalam belanja pemain. Kondisi ini menuntut manajemen dan pelatih lebih kreatif dalam membangun tim—bukan sekadar mengandalkan nama besar, melainkan pemain-pemain yang lapar akan pembuktian.
2. Bongkar Pasang Pemain
Perombakan skuad menjadi salah satu langkah berani. Sebanyak 12 pemain dilepas, termasuk ikon asing seperti Ramiro Fergonzi, kapten Ze Valente, dan Brendon Lucas. Sebagai penggantinya, tujuh nama anyar direkrut, meski terdapat pemain sarat pengalaman Gavin Kwan Adsit dan Novri Setiawan. Namun, adaptasi tetap menjadi pekerjaan rumah dan seakan ini klub instan dan manajemen harus siap menanggung resiko termasuk kekalahan dan dihujat suporter
3. Ketergantungan Sosok Kunci
Absennya Fergonzi dan kepergian Ezra Walian musim lalu menelanjangi persoalan paling mendasar: tipisnya kedalaman skuad. Tanpa pelapis sepadan, performa tim terganggu secara signifikan. Kini, meski telah mendatangkan tiga penyerang baru, tantangan membangun sinergi dan konsistensi lini depan tetap mengintai.
4. Konsistensi: Mimpi Belum Nyata
Setengah musim lalu, Persik sempat menanjak ke posisi enam klasemen. Namun realitas cepat berubah. Dengan hanya dua kemenangan dalam 15 laga terakhir, Macan Putih terjun bebas ke posisi ke-12. Musim ini, kestabilan performa bukan sekadar harapan, namun syarat mutlak untuk bertahan dan berkembang.
5. Luka Lama Sanksi FIFA
Sanksi larangan transfer dari FIFA akibat polemik dengan Jefinho sempat menghantui klub. Walau sanksi telah dicabut, dampaknya terhadap persiapan tim cukup signifikan. Kasus ini seharusnya menjadi pelajaran agar urusan administrasi dan kontrak pemain ke depan dikelola lebih profesional dan akuntabel.
6. Markas Sementara
Dengan Stadion Brawijaya direnovasi, Persik kini harus menumpang di Gelora Delta Sidoarjo. Sebuah keputusan yang patut diapresiasi, namun juga memunculkan tanya: apakah ini sekadar solusi sementara, atau ada agenda tersembunyi? Apakah ini isyarat akan hengkangnya Persik dari Kediri?
7. Berdalih Filosofi Baru
Coach Ong Kim Swee datang membawa pendekatan berbeda dan itu wajar. Namun, transformasi bukan pekerjaan semalam. Ia butuh waktu, ruang, dan kepercayaan. Tapi dalam kompetisi seketat Liga 1, waktu adalah kemewahan yang kerap tidak diberikan.
Repetisi Sejarah: Divaldo Alves dan Nasib Para Pelatih
Apa yang dialami Ong Kim Swee sebelumnya di Persis Solo mengingatkan pada siklus yang sama di Persik. Meskipun berhasil membawa tim selamat dari degradasi, kontraknya tak diperpanjang. Divaldo Alves pun pernah mengalami hal serupa dipanggil kembali untuk menambal kekalahan, hanya untuk kemudian dilepas. Seolah, para pelatih hanya menjadi solusi sesaat, bukan bagian dari rencana jangka panjang.
Kesimpulan: Ada Harapan Tapi Jalan Tak Mudah
Dengan segala keterbatasan dan dinamika yang ada, musim ini bisa menjadi titik balik atau justru titik kritis bagi Persik Kediri. Kunci keberhasilan tidak hanya terletak pada strategi Ong Kim Swee atau kemampuan pemain, tetapi pada komitmen bersama dari seluruh elemen klub, manajemen, pemain, dan tentunya dukungan tanpa henti dari suporter Macan Putih.
Kebangkitan bukan mustahil dan harapan khususnya Persikmania. Tapi seperti halnya setiap kisah, butuh konsistensi, keberanian, dan kepercayaan untuk mencapainya.