KEDIRI — Protes keras datang dari sejumlah wali murid SMPN 2 Ngasem, Kabupaten Kediri, setelah mencuat informasi bahwa siswa kelas 7 diwajibkan mengikuti kegiatan study tour ke Jawa Tengah dengan biaya mencapai Rp800 ribu per siswa. Program yang sedianya dirancang untuk siswa kelas 8 itu kini justru memicu tanda tanya besar soal transparansi dan urgensi kegiatan.
Laporan awal diterima redaksi kediritangguh.co, dari salah satu wali murid yang mengaku keberatan. Bukan hanya soal biaya, tapi juga kewajiban keikutsertaan siswa kelas 7 yang dianggap dipaksakan demi mencukupi kuota peserta.
Ada dugaan, kegiatan ini sarat kepentingan, bahkan muncul pertanyaan publik: apakah ada oknum sekolah atau pejabat di Dinas Pendidikan yang bermain di balik program ini?
Menjawab tudingan tersebut, Kepala SMPN 2 Ngasem, Sulistyo Wulandari, membantah adanya paksaan atau kepentingan tertentu. Ia menegaskan bahwa kegiatan study tour tersebut murni bersifat edukatif dan telah dirancang dengan transparansi penuh.
“Kegiatan ini bukan sekadar rekreasi. Tujuannya adalah wisata edukasi, dengan berbagai destinasi yang punya nilai pendidikan seperti Museum Suharto, Museum Dirgantara, Prambanan, hingga Malioboro,” jelas Sulistyo saat ditemui pada Senin (16/06).
Demi keamanan, lanjutnya, sekolah telah menyiapkan bus dengan konfigurasi tempat duduk dua-dua, pengawalan polisi, serta armada ambulans yang siaga sepanjang perjalanan.
Terkait pembiayaan, ia menyebut bahwa skema tabungan sebesar Rp10 ribu per minggu telah disepakati sejak awal. Biaya tersebut mencakup transportasi, akomodasi, dan kaus seragam. Untuk siswa yatim, Sulistyo mengklaim pembebasan biaya telah diberikan. Sementara bagi siswa yang tidak ikut, sekolah menawarkan wisata lokal ke situs Totok Kerot.
Namun demikian, keprihatinan tetap mencuat dari orang tua siswa kelas 7. Mereka menilai beban finansial terlalu tinggi, belum lagi uang saku yang harus disiapkan. Ada kesan, kegiatan ini lebih diprioritaskan pada “harus jalan” ketimbang mempertimbangkan kondisi ekonomi semua siswa.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri, Mohammad Muksin, tak memberikan keterangan langsung karena sedang di luar kota. Ia melempar konfirmasi ke Kabid SMP, Fadli, yang sayangnya juga tidak bisa ditemui. Klarifikasi akhirnya disampaikan oleh Wawan Sarudi, Kasi Kurikulum dan Kesiswaan SMP.
Menurut Wawan, kegiatan study tour memang diperbolehkan selama memenuhi prinsip keamanan, kenyamanan, dan unsur pendidikan. Namun ia juga menegaskan bahwa Dinas belum menerima laporan resmi terkait dugaan pemaksaan atau pelanggaran dari SMPN 2 Ngasem.
“Kami akan segera lakukan pengecekan ke sekolah. Jika ditemukan unsur paksaan atau pelanggaran terhadap siswa, maka akan ada pembinaan terhadap pihak sekolah,” tegasnya.
Kegiatan study tour yang seharusnya menjadi bagian dari proses belajar justru berubah menjadi polemik. Di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, publik berharap kegiatan serupa tidak menjadi ajang bisnis atau agenda terselubung yang membebani orang tua dan siswa.
jurnalis : Rohmat Irvan Afandi - Neha Hasna Maknuna