KEDIRI – Di sebuah sudut sunyi di Desa Butuh, Kecamatan Kras, tragedi tak bersuara menimpa seorang gadis remaja, sebut saja Bunga. Saat ibunya terbaring lemah di rumah sakit, ia justru harus menanggung beban luka yang tak kasat mata—dua kali diperkosa oleh lelaki yang dikenalnya sebagai tetangga. Ironisnya, peristiwa pilu itu terjadi di tempat yang seharusnya paling aman: rumahnya sendiri.
Kisah memilukan ini diungkapkan oleh Mohammad Abas dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Libas. Ia menyebut kejadian itu sebagai tindakan biadab yang tidak hanya melukai tubuh korban, tetapi juga mencederai rasa keadilan dan nurani masyarakat.
“Ini kejadian sejak Desember tahun lalu, tapi mengapa seperti ditutup-tutupi? Bahkan kami dengar sempat ada upaya penyelesaian secara mediasi. Korban yang masih berusia 13 tahun itu diberi minuman beralkohol sebelum diperkosa oleh seorang sopir bus,” ungkap Abas dengan nada getir, Senin (16/06).
Mirisnya, dalam rangka investigasi pihak LBH mencoba menghubungi kepala desa setempat, respons tak kunjung datang. Abas mengaku telah berusaha menjalin komunikasi dengan Kades Butuh, namun tak membuahkan hasil. Ketidakpedulian ini kian menambah luka bagi korban dan keluarga yang seharusnya mendapat dukungan dari lingkungan terdekat.
Tak tinggal diam, LBH Libas akhirnya melaporkan kasus ini ke Polres Kediri. Respons cepat pun datang. Pelaku yang merupakan sopir bus akhirnya dibekuk ketika melintas di Perempatan Jongbiru pada Minggu kemarin.
“Begitu mendapat pengaduan pada Rabu lalu, kami langsung berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Minggu pelaku berhasil diamankan,” jelas Abas.
Kanit PPA Satreskrim Polres Kediri, Ipda Hery Wiyono, saat dikonfirmasi membenarkan penangkapan tersebut. Namun, ia menambahkan bahwa keterangan lengkap akan disampaikan usai rapat internal kepolisian.
Di sisi lain, Kepala Desa Butuh, Hari Pristono, memilih untuk belum memberikan keterangan resmi.
“Lebih baik besok saja. Kalau lewat telepon takut ada salah paham,” ujarnya singkat.
Sementara keadilan masih dalam perjalanan, satu hal yang jelas: luka Bunga tak boleh dibiarkan mengering tanpa pelukan keadilan. Kasus ini menjadi cermin suram tentang bagaimana suara korban seringkali teredam oleh diamnya lingkungan, padahal semestinya mereka bersuara paling nyaring untuk perlindungan anak-anaknya.
Jurnalis : Rohmat Irvan Afandi – Riza Husna Silfiyya – Nanang Priyo Basuki