KEDIRI – Sosok Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana sangat alergi bila mendapat aduan terjadinya pungutan liar atau pungli. Sejak dia menjabat, telah beberapa tempat di bawah naungan Pemerintah Kabupaten Kediri, disidak. Bahkan secara terbuka, saat digelar Rapat Paripurna DPRD Kota Kediri kemarin. Menyebutkan, Dinas Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim)
“Pada Bapenda dan Perkim, kalau Bapenda terkait tawar menawar pajak. Jika Perkim pengurusan SLF (Sertifikat Layak Huni) atau PBG (Persetujuan Bangunan Gedung). Kemudian ada pihak ketiga mengatasnamakan dinas maupun Bupati dalam proses pembuatan,” ucapnya dihadapaan anggota dewan.
Bola panas pun kini di tangan Kepala Dinas Perkim, Ir. Agus Sugiarto, MAP dan Kepala Bapenda Eko Setiyono. Apalagi hal ini disampaikan terbuka saat digelar Paripurna dihadapan wakil rakyat.
Saat dikonfirmasi Rabu (06/12), Eko Setiyono memberikan penjelasan. Bahwa persepsi di luar terjadi tawar menawar terkait Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Merupakan pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah atau bangunan.
“Mungkin persepsi orang luar dianggap tawar-menawar, jadi BPHTB artinya bukan Bapenda atau Pemkab yang menetapkan pajaknya sekian. Mereka memperoleh haknya tanah atau bangunan dengan apa adanya. Tidak melihat NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) dan bangunannya harus disesuaikan dengan kondisi dan harga terkini,” jelasnya.
Mungkin, terang Kepala Bapenda, inilah yang dianggap terjadi pungli karena adanya tawar-menawar. “Bahwa sistem yang menghitung bukan kita. Kita mendapat pelimpahan dari KPP Pratama tahun 2014. Jadi kita tinggal masukkan contoh luas tanah, bahan lantai, luas ruangan dan berapa lantai. Sebenarnya ini sudah saya jelaskan ke teman-teman dewan,” terangnya.
Bila mengacu NJOP tahun 2022, dijelaskan Eko Setiyono memang lebih rendah dari harga pasar. “Ketika NJOP naik, terjadi tawar menawar padahal yang menetapkan harga adalah sistem. Memang kadang ada freelance makelar, biasanya kami yang dikambinghitamkan dengan alasan lama dan mahal,” jelasnya.
Jurnalis : Kintan Kinari Astuti Editor : Nanang Priyo Basuki