KEDIRI – Selain meluruskan sejarah, ada misi lain dibalik mahakarya Tari Dwimuka Ardhanareswari. Secara khusus dipersembahkan Didik Nini Thowok, ditampilkan di Pura Dalem Calonarang, berada di Jalan Cempoko Dusun Putuk Desa / Kecamatan Kandangan pada Sabtu (03/06) malam. Ditemui jelang acara, sosok seniman kelas dunia masih menyempatkan waktu wawancara khusus.
“Saya suka dengan alam dan sering diundang pementasan tari di alam terbuka, salah satunya di Goa Selomangleng dan di beberapa situs budaya. Saya sangat menikmati hembusan angin saat menari,” ucapnya.
Lebih tepatnya disebut aktor seni tari negeri ini, Pak Didik demikian akrab disapa mengaku. Bahwa melalui pertunjukkan seni, dia ingin menyampaikan pesan agar semua manusia untuk berpikir bijak. “Setiap karya saya sebenarnya mengajak kita semua bisa bijak dalam berpikir,” jelasnya.
Dia pun mengaku bersyukur, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, perhatian lebih telah ditunjukkan pemerintah atas keberlangsungan seni budaya.
“Pemerintah Pak Jokowi sangat pro terhadap kebudayaan. Hal ini tercermin dengan adanya dana yang diberikan pemerintahan terhadap pelaku seni budaya. Masa pemerintahan sebelumnya, tidak ada dana yang diberikan,” tegasnya.
Bahwa pelaku seni budaya sebenarnya tidak mampu menghasilkan uang banyak yang kemudian bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Apalagi jika dibandingkan PNS, maka keuntungan secara material sebenarnya tidak ada.
“Pelaku budaya jangan disamakan dengan PNS, namun budayawan masih dilihat sebelah mata. Padahal dari pekerjaan budaya dilakukan, tidak menghasilkan uang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya,” terang Pak Didik.
Dia pun juga menginggatkan terkait budaya asing dan adanya upaya pihak luar ingin merebut budaya lokal Indonesia.
“Budaya luar negeri boleh-boleh saja, merupakan pengaruh dari globalisasi saat ini. Akan tetapi perlu diingat jangan sampai generasi atau Bangsa Indonesia melupakan identitas budaya lokal. Jangan disalahkan bila ada pihak luar mencaplok budaya lokal kita. Semua karena salah kita sendiri, tidak mengajarkan ke anak cucu budaya yang baik dan benar,” ucapnya.
Sebelum menutup wawancara, Pak Didik kembali menegaskan bahwa budaya lokal Indonesia memiliki unsur religi tersendiri.
“Misalnya wayang kulit atau budaya di sini (menunjuk Pura Dalem Calonarang, red), tidak hanya merujuk kepada agama Hindu semata, akan tetapi agama lain termasuk Islam. Bahwa kebudayaan ini memberikan titik temu memiliki muatan nilai dakwah. Pesan harus disampaikan bagaimana generasi muda lebih mencintai dan menyukai budaya lokal,” tutupnya.
Jurnalis : Wildan Wahid Hasyim Editor : Nanang Priyo Basuki