KEDIRI – Teka-teki terkait kepemilikan lahan di kawasan Monumen Simpang Lima Gumul (SLG), mulai terkuak. Ini setelah digelar pertemuan antara Pemerintah Desa Tugurejo dan Pemerintah Desa Sumberejo, dengan dihadiri pengurus BPD dari kedua desa. Bertempat di ruang Kepala Desa Tugurejo Kecamatan Ngasem, pada Jumat (16/03).
Dari pertemuan tersebut, diketahui bahwa rencana pembangunan Monumen SLG diawali dari Musyawarah Desa (Musdes) digelar pada tahun 2003. Dimana saat itu, Pemerintah Kabupaten Kediri berencana membangun monumen dan menjadikan pusat destinasi wisata.
“Dari keterangan sejumlah pengurus BPD yang menjabat saat itu, baik dari Desa Tugurejo maupun Sumberejo. Awal pembangunan monumen diawali Musdes tahun 2003. Kemudian disepakati didirikan monumen, untuk memunculkan destinasi baru di Kabupaten Kediri,” terang Agung Witanto, selaku Kades Tugurejo dikonfirmasi usai pertemuan.
Demi menyukseskan pembangunan tersebut, kemudian dilakukan pembebasan lahan. Termasuk aset tanah kas desa milik kedua desa tersebut. “Harapan kami, terbukanya lapangan kerja baru. Warga kami akan dilibatkan dan pihak desa juga diuntungkan dengan pemasukkan untuk PAD desa,” jelas Dwi Santosa selaku Kades Sumberejo.
Melenceng dari Musdes 2003
Bahwa, pembangunan monumen digagas Sutrisno saat itu menjabat Bupati Kediri, juga membutuhkan sarana pendukung fasilitas umum. “Berdasarkan kesepakatan Musdes, perlu dibuatkan juga saran fasum. Makanya pemerintah desa saat itu memberikan dukungan penuh,” tegas Kades Tugurejo.
Namun seiring perjalanan waktu, kemudian muncul sejumlah bangunan dan ternyata berdiri di atas lahan pribadi. Menjadikan warga di kedua desa ini mempertanyakan, kenapa dikuasai secara pribadi.
“Saya telah menjabat keduakalinya sebagai kepala desa, dan selalu mendapat banyak pertanyaan. Kenapa warga Desa Sumberejo hanya sebagai tukang parkir. Tidak diberi kesempatan untuk menikmati lahan dulu milik tanah kas desa. Karena pemberdayaan lapangan kerja tidak maksimal inilah, menjadikan BPD mendorong kita untuk membongkar kasus ini,” ucap Kades Sumberejo.
Dorongan yang sama juga dirasakan Kades Tugurejo, dimana pengurus BPD mendorongnya untuk bersikap tegas.
“Dari pertemuan tadi, kami yang hadir sepakat akan membawa masalah ini ke jalur hukum. Kami siap datangi KPK atau mengawal kasus ini hingga ke persidangan. Namun karena ini masih Bulan Ramadhan, untuk sementara kita collling down fokus untuk ibadah,” terang Agung Witanto.
Pada pertemuan tersebut, juga akan mempertanyakan apakah pembelian lahan dimiliki pribadi ini dibeli dengan harga yang wajar. Kemudian apakah sistem pembelian tidak ada cacat hukum.
“Kami akan kejar ini, apakah ada cacat hukum. Kami adalah kepala desa yang mendapatkan amanat dari rakyat disampaikan melalui BPD. Meski demikian, kami juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Sutrisno telah menggagas pembangunan monumen. Sebagai warga, kami sangat menghargai perjuangan beliau,” imbuhnya.
Terkait kepemilikan lahan secara pribadi, dibenarkan Eggy Adityawan selaku pemilik lahan merupakan anak pasangan mantan Bupati Kediri, Sutrisno dan Hariyanti saat dikonfirmasi. “Lahan tersebut telah kami miliki sejak 2013. Untuk jelasnya silahkan menghubungi Mas Nur (penggelola usaha, red), saya kurang memahami hal seperti itu,” terangnya.
editor : Nanang Priyo Basuki