KEDIRI – Di balik setiap piring makanan bergizi yang tersaji untuk anak-anak Kota Kediri, ada kerja sunyi yang penuh tanggung jawab. Sejak awal pekan, Pemerintah Kota Kediri bersama tim gabungan lintas sektor—terdiri dari Dinas Kesehatan, BPOM, Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda), dan seluruh Puskesmas—turun langsung ke lapangan. Mereka menyambangi 21 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), dalam rangka memastikan bahwa setiap hidangan yang keluar dari dapur SPPG benar-benar layak, higienis, dan aman dikonsumsi.
Kegiatan yang berlangsung lima hari hingga Jumat (17/10) ini bukan sekadar inspeksi rutin. Di baliknya ada tekad kuat: melindungi kesehatan masyarakat melalui jaminan mutu pangan yang ketat. Seperti pada kunjungan di SPPG Ngampel, tim gabungan menelusuri setiap sudut dapur—dari ruang pengolahan hingga area penyimpanan bahan makanan. Semua diperiksa: kebersihan alat masak, sanitasi air, hingga pengelolaan limbah. Setiap detail kecil menjadi perhatian, sebab dari sanalah kesehatan ribuan warga berawal.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota Kediri, dr. Fahmi Adi Priyantoro, menjelaskan bahwa inspeksi ini merupakan bagian penting dari proses penerbitan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS)—dokumen resmi yang menyatakan bahwa sebuah SPPG telah memenuhi seluruh standar kebersihan dan keamanan pangan.
“Nilai Indeks Kelayakan Lingkungan (IKL) minimal harus mencapai 80 sebelum SLHS dapat diterbitkan, dan tentu disertai hasil laboratorium yang memenuhi syarat,” terang dr. Fahmi.
Targetnya jelas: seluruh SPPG di Kota Kediri telah memiliki SLHS paling lambat 30 Oktober 2025. Namun, bagi tim kesehatan, tugas mereka tak berhenti di pemberian sertifikat semata.
“Kami tidak ingin hanya sekadar memberi izin. Pengawasan ketat tetap dilakukan agar tidak ada SPPG yang menurun kualitasnya setelah sertifikat diterbitkan,” tegasnya.
Sementara itu, di dapur SPPG Ngampel, Kepala SPPG Vena Patricia menyambut kunjungan tim dengan semangat belajar. Bagi mereka, inspeksi bukan tekanan, melainkan bimbingan untuk tumbuh.
“Kami ini masih baru beroperasi, jadi pengawasan ini sangat membantu agar kami semakin tertib dan sesuai standar,” ungkap Vena.
SPPG Ngampel kini menjadi contoh bagaimana komitmen dan kedisiplinan dapat berjalan seiring. Setiap proses dilakukan berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dari Badan Gizi Nasional (BGN). Dari pemilihan bahan baku yang segar hingga tahap akhir pembuangan limbah, semua dijalankan dengan ketelitian.
“Bahan yang kami terima harus segar, penyimpanan dibedakan antara bahan kering dan basah, dan semua dicuci dengan air mengalir sebelum diolah,” jelasnya.
Di dapur mereka, waktu dan suhu menjadi bahasa yang tak terucap namun selalu diperhatikan. Setiap porsi makanan ditakar dengan cermat sesuai gramasi ahli gizi—karena di balik takaran itu, ada tanggung jawab besar untuk memberikan gizi seimbang kepada ribuan anak penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Bahkan untuk urusan limbah, mereka tak main-main. Limbah organik dan anorganik dipilah, sementara instalasi pengolahan air limbah (IPAL) telah dilengkapi sistem filtrasi agar air yang keluar tetap bersih.
“IPAL kami sudah ada filternya, jadi air pembuangan di akhir sudah aman,” tegas Vena.
Setiap harinya, SPPG Ngampel menyiapkan sekitar 3.000 porsi makanan bergizi untuk 20 sekolah di wilayahnya. Di antara kepulan uap dapur dan suara alat masak, terselip rasa bangga dan tanggung jawab besar.
“Kami hanya berharap masyarakat percaya bahwa program ini dijalankan dengan sungguh-sungguh. Semua SOP kami patuhi, kebersihan dan keamanan pangan selalu jadi prioritas,” tutup Vena dengan senyum optimis.
Gerak kecil di dapur-dapur SPPG mungkin tak selalu terlihat publik, namun di sanalah makna nyata dari pelayanan publik berakar. Setiap sendok nasi yang aman dan bergizi adalah wujud kasih dari pemerintah kepada warganya—karena menjaga kesehatan masyarakat dimulai dari menjaga kualitas setiap suapan.
Bagikan Berita :








