KEDIRI – Gagasan Transit-Oriented Development (TOD) bukan hal baru di kota-kota besar. Namun kini, di bawah kepemimpinan Wali Kota Vinanda Prameswati, mulai menapaki langkah serupa. Membangun kawasan yang terintegrasi dengan transportasi publik, khususnya di sekitar Stasiun Kediri, agar menjadi pusat ekonomi baru.
Dalam sejumlah pertemuan publik yang digelar di Aula Kecamatan Kota, Pemkot Kediri menjelaskan bahwa TOD tak hanya akan mengurangi kemacetan, tetapi juga mendorong masyarakat beralih ke transportasi umum, meningkatkan kualitas hidup, serta menghidupkan sektor komersial di kawasan tersebut.
Namun pertanyaannya, bagaimana komitmen dan kesiapan PT. KAI sebagai pengelola langsung kawasan stasiun?
Menanggapi hal itu, Sifion Aris Wibowo, Kepala Stasiun Kediri yang baru, menyatakan bahwa pihaknya memang sudah menerima informasi tentang rencana penataan kawasan. Tetapi untuk saat ini, mereka masih menunggu instruksi lebih lanjut dari kantor pusat, sebelum bisa mengambil tindakan nyata di lapangan.
Sementara itu, dari sisi akar rumput, Paguyuban Bocah Stasiun (BOSTA) menyuarakan harapan sekaligus kegelisahan. Mereka yang sehari-hari menggantungkan hidup sebagai penarik becak, ojek, dan pedagang kecil di sekitar stasiun, meminta agar penataan tidak menjadi bentuk penggusuran terselubung.
“Kami tidak ingin dirugikan. Kami minta PT. KAI dan Pemkot menyediakan fasilitas pengganti yang layak. Dan jangan lupa, CSR dari PT. KAI itu juga hak masyarakat sekitar stasiun. Sampai hari ini, belum pernah kami rasakan,” tegas Nowo Doso, Ketua BOSTA.
Kekecewaan pun disuarakan oleh sejumlah warga lain. Antok Mujianto, pedagang seragam di sekitar stasiun, menyebut bahwa beberapa kali upaya mediasi telah dilakukan oleh warga, namun respons dari pihak terkait tidak sesuai harapan.
“Kami mendukung penataan kawasan. Tapi harus jelas, bagaimana nasib kami saat pembangunan dimulai, apalagi proyek gorong-gorong bisa makan waktu 7 bulan,” ujarnya, menjabat Ketua RW menyatakan prihatin.
Masalah tidak berhenti di sana. Hingga kini, belum ada kejelasan soal relokasi PKL (pedagang kaki lima). Pemerintah dan PT. KAI juga belum menyediakan tempat pengganti maupun area parkir yang memadai untuk pelanggan.
Sujianto, pemilik Warung Amanah yang menjual soto dan nasi babat, menyatakan bahwa meski penataan akan memberi dampak positif jangka panjang, nasib pedagang selama proses pembangunan tetap harus diperhatikan.
“Kalau memang harus pindah, setidaknya beri kami tempat yang bisa digunakan sementara. Kalau harus di trotoar, asalkan ditata rapi, ya kami ikut aturan,” pungkasnya.
jurnalis : Neha Hasna Maknuna