KEDIRI – Terdapat sejumlah kejanggalan atas proses penyidikan hingga menjadikan Eko Saputro duduk di kursi pesakitan, disampaikan dua penasehat hukumnya, Agung Hadiono S.H. M.H. dan M. Akson Nul Huda S.H. M.H., dikonfirmasi usai sidang di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Senin (13/01). Bahwa kinerja penyidik Satresnarkoba Polres Kediri patut dipertanyakan dan diduga telah menyalahi aturan hukum yang berlaku.
Berdasarkan fakta di persidangan dalam agenda pemeriksaan keterangan saksi. Disampaikan Bang Akson sapaan akrab Akson Nul Huda, dirinya mencatat beberapa hal patut diduga Satresnarkoba Polres Kediri tindak tuntas dalam melakukan penyidikan dan pengungkapan perkara.
“Bahwa pada tanggal 11 Oktober 2024 sekira pukul 20.30 WIB, saksi penangkap Arnold Ega dan M. Hariyanto dari anggota Satresnarkoba Polres Kediri Melakukan penangkapan kepada seseorang yang bernama Eko Saputro bersama temannya bernama Bagas Fatkur Roza di Jalan Raya Dusun Klampisan Desa Janti Kecamatan Wates,” terangnya.
Saat diamankan dari keduanya kedapatan menyimpan narkotika jenis Sabu-Sabu. Selanjutnya kedua orang ini dibawa ke Ruang Satresnarkoba Polres Kediri untuk menjalani pemeriksaan. Dihadapan petugas, mereka mengaku mendapatkannya dari Andik Subekti alis Menggok.
“Saat dilakukan pemeriksaan saksi, diperoleh dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh oknum anggota Satresnarkoba Polres Kediri, antara lain menurut keterangan Terdakwa dan saksi-saksi setelah penyidik memeriksa urine keduanya pihak penyidik kemudian melepaskan salah satu dari keduanya yaitu, Bagas Fatkur Roza. Dimana dari keterangan klien kami, juga menggunakan Sabu-Sabu dan Ketika dilakukan pemeriksaan urine hasilnya juga positif, semestinya penyidik mendalami peran dari bagas (teman yang diamankan Bersama dengan Terdakwa) kenapa tidak dilakukan proses hukum, setidaknya apabila tidak terbukti terlibat dapat diambil keteranganya menjadi saksi dalam perkara ini, sehingga hal ini menimbulkan kecurigaan akan profesionalitas kinerja Satnarkoba Polres Kediri” terangnya.
Ditambahkan Agung Hadiono, terungkap di persidangan berdasarkan keterangan Saksi Verbalisan atau Saksi yang melakukan penydikan, patut diduga penyidik dalam melakukan pemeriksaan urine terhadap kedua orang tersebut mengesampingkan ketentuan Pasal 75 hurul L dan huruf R pada UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang NARKOTIKA.
Dimana dijelaskan, semestinya urine tersebut dimintakan bantuan ahli untuk dilakukan uji labolatorium klinis sehingga Kesimpulan mengenai hasil urine tersebut dinilai oleh Ahli yang kompeten bukan berdasarkan asumsi penyidik dan selanjutnya hasilnya dilampirkan dalam berkas perkara, hal ini menimbulkan keragu-raguan akan kinerja penyidik Satnarkoba Polres Kediri.
“Mengenai barang bukti narkotika sabu-sabu akhirnya terungkap fakta di persidangan bahwa Penyidik lah yang telah melakukan penimbangan barang bukti melalui timbangan yang disita dari Terdakwa yang tidak jelas akurasi alat timbang tersebut dan setelah dipertanyakan oleh salah satu majelis hakim bahwa Satresnarkoba Polres Kediri tidak memiliki alat penimbangan narkotika,” jelasnya.
Hal ini, menurut Agung dianggap sangat tidak professional mengingat ketentuan Pasal 75 huruf N dan huruf R UU nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Memberikan amanat bagi penyidik untuk meminta bantuan instansi yang kompeten atau Ahli yang membidangi atau biasanya kepolisian bekerja sama dengan PT. Pegadaian setempat” ucap Agung.
Ditambahkan Bang Akson, bahwa terdapat kejanggalan penyidik saat melakukan penyitaan barang bukti milik terdakwa antara lain alat hisap sabu, pipet kaca , dan korek api tidak pernah dipertanyakan kepada Terdakwa terhadap kegunaan barang bukti tersebut.
Sedangkan handphone milik terdakwa yang juga menjadi barang bukti mengingat berisi dokumen elektronik berdsarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku maka harus dimintakan uji digital forensik. Namun faktanya hal tersebut tidak dilakukan, sehingga hal ini dianggap merugikan hak klien kami yang semestinya ada fakta yang dapat diungkap dari beberapa alat bukti ini.
“Kejanggalan berikutnya kenapa penyidik dalam hal ini Satresnarkoba Polres Kediri, tidak melakukan pengembangan perkara terhadap seorang bernama Andik Subekti alias Menggok? Padahal Satnarkoba Polres Kediri mengetahui bahwa Andik Subekti berada didalam Lembaga Pemasyarakatan. Kenapa hanya menetapkan Eko Saputro saja yang ditetapkan sebagai tersangka dan tidak melakukan pengembangan atau mengusut tuntas perkara ini,” terang Bang Akson
Namun ironisnya, dalam berkas perkara Eko Saputro, terlampir surat atau dokumen bahwa Andik Subekti Alias Menggok yang saat ini menjadi DPO sudah berstatus sebagai Tersangka. Padahal untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014. Selain berpedoman pada ketentuan Pasal 184 KUHAP, yaitu diperoleh sekurang-kurangnya minimal dua alat bukti yang sah juga harus disertai pemeriksaan calon tersangkanya.
“Ini diperiksa saja tidak pernah bahkan identitasnya belum jelas sudah ditetapkan menjadi tersangka,selain itu penyidik juga tidak pernah melakukan koordinasi dengan perngkat desa terkait untuk mengetahui keberadaanya atau melakukan koordinasi dengan Lembaga Pemasyarakatan, Aneh dan diduga ada pelanggaran hukum acara pidana maupun standart operasional prosedur” tegas Bang Akson.
Jurnalis : Nanang Priyo Basuki