KEDIRI – Gabungan sejumlah organisasi media, diantaranya PWI, AJI, IJTI, JMSI dan lainnya di Kediri. Membentangkan sejumlah poster di tengah orasi dilakukan bergantian, dalam aksi di depan Taman Makam Pahlawan, Jumat (17/05). Tujuannya, meminta semua pihak untuk menjunjung tinggi kebebasan pers.
Puluhan jurnalis di Kediri merasakan keprihatian mendalam, seiring sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang Penyiaran. Dianggap justru membatasi kinerja jurnalis saat membuat karya berita. Disampaikan Roma Dwi selaku Ketua IJTI Kediri. Meminta Komisi I DPR RI untuk melakukan kajian ulang dan jika dirasa perlu untuk mencabutnya.
“Ada beberapa pasal dalam rancangan dalam rancangan undang-undang yang diduga sengaja disusupkan. Tapi konsen kami hanya satu, bahwa tidak setuju jika media dilarang untuk melakukan investigasi,” ucapnya.
Menurutnya, bahwa investigasi merupakan mahkota bagi para jurnalis. “Kita tidak berbicara anggaran. Perlu diketahui dalam melakukan kerja jurnalistik berupa investigasi memerlukan anggaran yang besar. Tapi jika hasil itu bisa dicapai, merupakan suatu karya yang menjadi mahkota. Itu tidak bisa dibungkam begitu saja,” tegasnya.
Bahwa, Indeks kebebasan pers di Indonesia, dinilai Danu Sukendro selaku AJI Kediri berdasarkan data 2024 justru kian rendah dibanding tahun 2023. “Tahun 2024 kita berada di peringkat 111, padahal di tahun 2023 berada di 108,” jelasnya.
Apalagi seiring seiring revisi UU ITE, dianggap semakin membatasi kebebasan berpendapat. “Ada banyak hal yang membatasi, selain investigas juga terkait penangganan sengketa jurnalistik penyiaran. Apakah kita akan menjalankan undang-undang yang jelas-jelas menentang UUD, UU Pers dan demokrasi,” jelasnya.
Sementara Bambang Iswahyudi selaku Ketua PWI Kediri berpendapat. “Kenapa kita berada di lapangan? tidak di dewan. Kita ingin masyarakat tahu dan paham. Bahwa kita pro rakyat atau masyarakat yang ingin mengetahui sesuai data – data yang jelas. Kalau ini disetujui maka otomatis karya jurnalis tidak ada artinya apa apa,” ucapnya.
Jurnalis : Sigit Cahya Setiawan – Wildan Wahid Hasyim Editor : Nanang Priyo Basuki