KEDIRI – Puluhan massa yang tergabung dalam LSM Saroja menggelar aksi demonstrasi di depan kantor BPJS Kesehatan cabang Kediri, Rabu (30/10). Aksi ini dilakukan untuk menyuarakan keluhan warga, terkait layanan BPJS yang dinilai kurang optimal, khususnya dalam penanganan kasus-kasus darurat.
Banyaknya aduan, membuat Saroja bergerak dan mendesak BPJS untuk lebih transparan, khususnya dalam hal pengelolaan anggaran.
“Kami ada laporan dari masyarakat ketika di UGD membutuhkan darurat ternyata Rumah sakit tidak bisa menggunakan BPJS. BPJS tidak berfungsi, ini yang salah RS apa BPJS,” ujar Arif Fatikhunada, selaku perwakilan LSM.
Ditambahkan Supriyo, selaku koordinator aksi, juga menyoroti tunggakan pembayaran yang masih besar warga kota Kediri, yang nilainya mencapai miliaran rupiah. Menurutnya, hal ini perlu perhatian khusus dari pemerintah kota, terutama mengingat alokasi anggaran Prodamas yang besar terhadap BPJS.
“Harus dibuka ke masyarakat, berapa yang dibayarkan Pemkot Kediri untuk peserta JKN yang tidak ditanggung pemerintah pusat. Kalau tidak ada keterbukaan, kami akan membawa masalah ini ke ranah hukum. Patut diduga ada permainan oknum di kedua pihak” tegas Supriyo.
Menanggapi aksi tersebut, Kepala Cabang BPJS Kediri, Tutus Novita Dewi, menyatakan bahwa BPJS Kesehatan siap menerima masukan dari masyarakat dan berkomitmen menjalankan regulasi sesuai ketentuan JKN. Tutus menekankan pentingnya masyarakat memahami prosedur layanan, terutama soal rujukan yang harus melalui fasilitas kesehatan pertama, kecuali dalam kasus darurat.
Dirinya menyampaikan bahwa BPJS menagih ke Dinkes dan tidak mengetahui apakah itu termasuk program-program daerah seperti Prodamas. Saat ditanya terkait anggaran dirinya tidak berani menyebutkan karena merupakan anggaran pengecualian yang tidak bisa disebutkan.
“Sekitar 20-30 persen warga kota kediri menunggak BPJS. Kami setiap saat menagih namun mereka beralasan karena belum sakit maka belum bayar. Namun ketika sakit baru kebingungan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Tutus menambahkan bahwa warga yang tidak masuk DTKS namun layak JKN dari pemerintah daerah bisa diarahkan untuk menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBD.
“Jika termasuk PBI Pemda atau pusat, tidak perlu membayar tapi tunggakan harus tetap dibayar karena tidak ada pemutihan. Tunggakan bisa dicicil setiap bulan agar tidak memberatkan,” jelasnya.
BPJS Kesehatan terus berkoordinasi dengan rumah sakit untuk memastikan kualitas layanan.
“Sekitar 80-90 persen pasien di rumah sakit merupakan peserta JKN, jadi kemungkinan adanya diskriminasi dalam pelayanan sangat kecil,” ujar Tutus.
Usai lakukan aksi di Kantor BPJS Kediri, Massa bergeser ke depan Kantor Dinas Kesehatan dan Balai Kota Kediri. Namun dalam usahanya menyampaikan aspirasi tidak ada pejabat yang menemui ataupun merespon. Kemudian massa membubarkan diri, namun Supriyo menyatakan akan tetap membawa ke jalur hukum.
jurnalis ; Sigit Cahya Setyawan editor : Nanang Priyo Basuki