foto : Sigit Cahya Setyawan

Kisah Bejat Kediri Hari Ini, Tangis di Balik Pintu Terkunci: Gadis Kecil Jadi Korban Nafsu Bejat Tetangga Sendiri

Bagikan Berita :

KEDIRI – Di sebuah sudut sunyi Kabupaten Kediri, kepolosan seorang anak kembali direnggut oleh tangan yang seharusnya memberi rasa aman. Seorang pria berinisial P (47), tetangga dekat keluarga korban, diduga mencabuli Melati (nama samaran) dengan modus sepele—bertanya soal jaringan WiFi. Di balik alasan itu, tersimpan niat jahat yang kini menyeretnya ke balik jeruji besi.

Kisah ini bermula dari pengakuan sang nenek yang sejak bayi menjadi satu-satunya pelindung Melati. Dengan suara bergetar, ia menceritakan bagaimana kejadian memilukan itu berulang tanpa ia sadari.

“Pertama katanya cuma diraba tangannya waktu saya wudu. Kedua, pas saya di dapur, dia bilang WiFi-nya trouble. Ketiga, saya tinggal beli lontong sebentar, pulang-pulang pintu rumah terkunci dari dalam,” kenangnya, menahan air mata.

Saat pintu terbuka, pemandangan yang ia lihat menghantam hati. Melati menangis histeris, tubuhnya gemetar. Tak lama kemudian, pelaku keluar bersama istrinya, berpura-pura tak terjadi apa-apa.

“Besoknya dia datang, minta maaf, ngajak damai. Tapi saya tidak mau. Saya ingin hukum yang bicara,” ujar tegas perempuan renta ini.

Modus WiFi dan Perbuatan Bejat di Balik Kepura-puraan

Sejak kejadian itu, Melati tak lagi sama. Senyumnya jarang terlihat. Ia lebih sering diam, takut berbicara, takut keluar rumah. Namun di tengah ketakutannya, gadis kecil itu tetap memaksakan diri berangkat sekolah—karena sedang ujian.

“Saya khawatir kalau malam kerja, cucu saya didatangi lagi. Orang tuanya sudah pisah, dia tinggal sama saya, kakeknya, dan kakaknya. Saya yang rawat dari kecil. Saya nggak terima dia disakiti,” ucapnya lirih.

Kasatreskrim Polres Kediri Kota, AKP Cipto Dwi Leksana, membenarkan bahwa pelaku telah ditangkap pada 3 Oktober 2025 dan ditahan keesokan harinya.

“Pelaku dan korban ini bertetangga. Modusnya pura-pura menanyakan WiFi, lalu mendekatkan wajah, memeluk, dan meraba bagian sensitif korban,” jelasnya.

Dari hasil penyelidikan, aksi keji itu terjadi dua kali sepanjang September 2025. Aksi terakhir terbongkar setelah Melati menjerit dan menceritakan semuanya kepada neneknya.

Kini, pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum. Ia dijerat Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.

Kasus ini kembali membuka luka lama tentang betapa rentannya anak-anak di lingkungan mereka sendiri. Di balik tembok rumah dan sapaan akrab tetangga, kejahatan bisa mengintai tanpa suara.

Bagi sang nenek, satu-satunya harapan kini hanyalah keadilan. Bukan hanya untuk Melati, tapi untuk semua anak yang harusnya tumbuh dengan senyum, bukan ketakutan.

“Saya cuma mau cucu saya tenang. Biar dia tahu, kejahatan harus dibayar dengan hukum,” ucapnya menutup cerita, dengan mata yang menatap kosong namun penuh tekad.

jurnalis : Sigit Cahya Setyawan
Bagikan Berita :