KEDIRI – Eksistensi Didik Nini Thowok sebagai seniman kelas dunia merasa tertantang saat mempersembahkan karya terbaru tentang Calonarang. Dia mengaku telah lama membawakan tarian ini, coba ditampilkan di lokasi situs namun berakhir gagal. Lalu atas saran sejumlah pihak, akhirnya dipentaskan di Pura Dalem Calonarang, berada di Jalan Cempoko Dusun Putuk Desa / Kecamatan Kandangan pada Sabtu (03/06) malam.
Acara dimulai pukul 22.30 wib berlangsung cukup meriah, hingga banyak kalangan turut menyaksikan acara secara khusus dipersembahkan Didik Nini Thowok. Dengan membawakan tarian diberi judul Dwimuka Ardhanareswari. Tidak hanya masyarakat dengan latar belakang Agama Hindu, namun umat beragama lainnya serta warga setempat cukup menikmati pertunjukkan dipersembahkan penari akrab disapa Pak Didik.
Diawali dengan proses pembersihan area akan dibuat pementasan, dilanjutkan pemohon pasopati dan pembersihan diri. Disampaikan Jero Wayan Suranta merupakan ketua dan sekaligus penanggung jawab Pura Dalem, bahwa Tari Dwi Muka ini merupakan tarian sakral sehingga memerlukan penyucian lingkungan.
Prosesi selanjutnya ialah pelukatan dan pada puncaknya ialah pertunjukkan dengan menggambarkan kekuatan Ratu Dhira sebutan lain dari Calonarang. Menggambarkan dualisme dalam diri manusia. “Kediri ini merupakan tempat yang memiliki kekuatan magis yang luar iasa dari Ratu Dhira. Akan tetapi di Jawa, perayaan atau upacaranya tidak terlalu di-sakral jika dibandingkan dengan di bali,” ungkapnya jelang pementasan.
Hilangkan Doktrin Calonarang Sosok Jahat

Dijelaskan Pak Didik, bahwa selama ini masyarakat sudah terdoktrin dengan adanya Film Susana terkait dengan Calonarang. “Ia dikisahkan sebagai penyihir yang jahat. akan tetapi hal tersebut tidak benar seutuhnya. Sesungguhnya ketika keburukan yang ditampilkan, hal tersebut merupakan ekspresi kemarahan, bukan dari manusia itu sendiri. Seperti halnya Ratu Dhira saat marah kemudian mengeluarkan kekuatan saktinya. Ia berubah menjadi seorang Lewak, akan tetapi ia juga mempunyai sisi humanis,” terangnya.
Jero Wayan Suranta membenarkan opini berkembang di masyarakat terkait Calonarang dianggap sosok jahat. Padahal dalamdiri manusia terdapat dua sisi bertolak belakang. “Sebenarnya kami tidak mengundang siapa-siapa. Kemudian dari Dinas Kebudayaan, sejumlah lembaga dan kelompokmasyarakat datang. Memiliki tujuan yang sama, bahwa opini di masyarakat terkait Calonarang tidak benar,” ucapnya.
Dia pun berencana akan menggelar tarian ini dalam waktu dekat. “Tarian ini akan terus kami tampilkan pada semua acara. hingga target kami tercapai, bahwa sosok Calonarang bukanlah pembawa wabah penyakit atau mengajarkan ilmu jahat. Justru penampilan dan karakternya merupakan nuansa untuk menghilangkan sifat buruk dan jelek di dalam tubuh manusia,” jelasnya.
Jurnalis : Wildan Wahid Hasyim Editor : Nanang Priyo Basuki