KEDIRI — Perilaku menyimpang di kalangan remaja, khususnya ketertarikan terhadap sesama jenis, menjadi perhatian serius Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kota Kediri. Meski dalam enam bulan terakhir belum ditemukan kasus baru, catatan masa lalu, seperti kasus sodomi tahun 2016, masih menjadi alarm kewaspadaan.
H. Zaki Zamani, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak, menyatakan bahwa dinamika remaja, khususnya dalam konteks perkembangan psikososial dan pengaruh media sosial. Menjadi tantangan besar dalam perlindungan anak saat ini.
“Belum ada laporan baru, tapi kami tetap waspada terhadap eksistensi grup-grup tertentu di media sosial yang bisa menyebarkan nilai-nilai yang bertentangan dengan norma sosial dan agama,” ujar Zaki saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (05/06).
Menurutnya, perilaku penyimpangan seksual pada anak dan remaja tidak bisa dilepaskan dari faktor lingkungan, termasuk pola pengasuhan di dalam keluarga. Banyak kasus yang terjadi, lanjut Zaki, berasal dari latar belakang keluarga yang tidak harmonis atau minim perhatian dari orang tua.
Sebagai bentuk pencegahan, Dinas P3AP2KB menggerakkan Forum Anak di berbagai tingkatan wilayah. Forum ini menjadi sarana edukasi karakter, penyuluhan bahaya narkoba, serta pelatihan anak sebagai Pelopor dan Pelapor (2P).
Program ini menyasar remaja usia 12–18 tahun dan menjadi bagian dari implementasi Konvensi Hak Anak, khususnya hak anak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada kehidupan mereka.
“Forum anak juga akan aktif dalam kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di tingkat SMP dan SMA. Ini upaya menyentuh remaja langsung di lingkungan sekolah mereka,” jelas Zaki.
Secara hukum, Zaki menekankan bahwa orientasi seksual seperti menyukai sesama jenis memang tidak dikriminalisasi secara eksplisit dalam KUHP. Namun, ia menegaskan bahwa perlindungan hukum terhadap anak tetap menjadi prioritas, terutama jika orientasi tersebut mengarah pada tindakan pelecehan, kekerasan, atau eksploitasi seksual.
“Selama tidak melibatkan tindakan kriminal, negara tidak campur. Tapi kalau sudah menyasar anak, perlindungan hukum sangat ketat. Tidak ada toleransi untuk pelanggaran terhadap anak,” tegasnya.
Di sisi lain, Dinas P3AP2KB juga mengandalkan pendekatan penguatan keluarga melalui berbagai program seperti Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga), Gerakan Ayah Teladan, serta program bina keluarga di berbagai jenjang usia—balita, remaja, hingga lansia.
Semua ini dirancang untuk meningkatkan kualitas pola asuh dan ketahanan keluarga, yang dianggap sebagai benteng utama dalam membentuk karakter anak.
“Perlindungan anak tak bisa berdiri sendiri. Harus melibatkan semua sektor—keluarga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu kami gencarkan edukasi dari hulu ke hilir,” pungkas Zaki.
jurnalis : Neha Hasna Maknuna