KEDIRI – Keluhan terus berdatangan dari warga Desa Jabon, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, yang merasa terabaikan di tengah proyek pembangunan hingga Jembatan Jongbiru telah resmi dioperasikan. Getaran dari aktivitas pemancangan tiang proyek saat itu, telah menyebabkan keretakan pada sejumlah rumah warga.
Huda, salah satu warga yang ditemui pada Selasa kemarin, menuturkan. Bahwa sedikitnya delapan rumah dalam radius 200 meter dari lokasi proyek mengalami dampak langsung.
“Rumah saya ikut retak karena getaran dari alat berat. Ini tidak terjadi di satu rumah saja, tapi juga menimpa rumah tetangga-tetangga,” ujarnya prihatin.
Tak hanya itu, Huda juga mengungkapkan kekhawatiran lain yang lebih serius. Rumah milik kakaknya mengalami longsor akibat tanah yang terkikis oleh aliran sungai. Akibatnya, bagian bawah rumah menggantung dan dinding serta lantainya mengalami keretakan.
“Kami hanya ingin dibuatkan tanggul atau bronjong untuk mencegah longsor lebih parah. Tapi sampai sekarang belum ada tanggapan dari pihak manapun,” keluhnya.
Masalah tak berhenti sampai di situ. Akses utama menuju wilayah Jepun Selatan, yang merupakan jalur vital masyarakat, kini terputus akibat pembangunan. Kondisi ini menghantam perekonomian warga. Warung-warung yang biasanya ramai kini sepi pengunjung. Sementara itu, sejumlah warga yang bekerja di pabrik, termasuk Gudang Garam, turut terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).
Upaya konfirmasi kepada Kepala Desa Jabon, Aries Adam Febriyanto, belum membuahkan hasil. Namun melalui Kasi Perencanaan, Laudy Hari Kusuma didapat penjelasan. Bahwa pihaknya sudah memproses surat pengajuan warga kepada Dinas PUPR pada 9 Desember 2024. Namun belakangan diketahui bahwa wewenang proyek berada di tangan Proyek Brantas Tengah, bukan PUPR.
“Sudah dikomunikasikan melalui Pak Setyono dari BPD. Tapi setelah dicek, PUPR hanya sebatas dokumentasi lokasi, selebihnya Proyek Brantas Tengah yang punya tanggung jawab,” terang Laudy.
Di sisi lain, Kepala Dusun Jabon Utara, Arif Prasetia, mengungkapkan bahwa pemerintah desa sempat mencoba mencari solusi, namun terbentur pada aturan penggunaan anggaran. “Dana desa tidak bisa digunakan untuk proyek yang di luar peruntukannya,” jelasnya.
Terkait penutupan akses jalan, pihak desa menganggap kondisinya belum terlalu genting karena masih bisa dilalui secara terbatas. Namun, hingga kini belum ada kepastian kapan jalan akan kembali dibuka dan tanggul dibangun.
Warga berharap suara mereka segera didengar. “Kami tidak menuntut macam-macam. Hanya dua hal: bangun tanggul dan buka akses jalan. Itu saja demi kenyamanan dan kesejahteraan warga,” pungkas Huda dengan nada penuh harap.
jurnalis : Neha Hasna Maknuna