KEDIRI – Aroma ketidakadilan kembali menyeruak di jantung Kota Kediri. Rabu pagi (2/7), belasan mantan pekerja PT. Triple’s menggelar aksi damai dengan mendirikan “Tenda Perjuangan” tepat di depan Hotel Insumo, yang disebut-sebut sebagai salah satu aset milik perusahaan tersebut.
Aksi ini merupakan kelanjutan dari demonstrasi yang sempat digelar pada 7 Mei 2025 lalu. Mereka menuntut hak-hak pasca Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dinilai tidak pernah diberikan secara layak.
Hari Budhianto, Ketua Asosiasi Serikat Pekerja Kediri Raya, menjelaskan bahwa aksi ini akan berlangsung selama sebulan penuh. Sebanyak 16 eks-karyawan akan bergantian menjaga tenda dengan dukungan dari Aspera Kediri Raya dan SPSI Jawa Timur. Aksi solidaritas berupa penggalangan dana dari pengguna jalan juga akan dilakukan sebagai simbol perjuangan ekonomi yang kini mereka hadapi.
“Para pekerja ini tidak menuntut lebih, hanya meminta hak yang seharusnya mereka terima untuk menyambung hidup keluarga mereka,” ujar Hari.
Ia menambahkan, proses hukum telah ditempuh melalui tahapan Bipartite dan Tripartite di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kediri. Namun, pihak perusahaan tetap tidak memenuhi anjuran pemerintah, sehingga para pekerja merasa dipaksa untuk turun ke jalan.
“Kalau sampai ke Pengadilan Hubungan Industrial, prosesnya bisa makan waktu 2 hingga 4 tahun. Biayanya tidak sedikit. Sementara para korban ini rakyat kecil yang hidup pas-pasan,” jelasnya.
Salah satu mantan pekerja, Agus Suparjo (70), membagikan kisah pilunya. Ia mengaku telah mengabdi selama 19 tahun di perusahaan tersebut. Namun, saat di-PHK pada Juli 2024, ia hanya menerima tali asih sebesar Rp3 juta.
“Kami dipanggil oleh almarhum direktur sebelumnya, Sony Sandra, dikumpulkan di ruang laborat. Disuruh tandatangan lalu diberi amplop. Kami baru sadar setelahnya bahwa itu ternyata surat PHK,” tutur Agus.
Ia mengungkapkan bahwa selama bekerja, sistem penggajian dilakukan secara harian. Upah terakhir yang diterimanya hanya Rp50.000 per hari, tanpa tunjangan makan maupun lembur. Tambahan untuk lembur hanya Rp7.000 dan itu pun hanya untuk makan. Yang lebih menyakitkan, iuran BPJS Kesehatan pun dibayar sendiri oleh para pekerja.
Sementara itu, Direktur PT. Triple S Indo Sedulur saat ini, Tigor Prakasa, sebelumnya telah membantah tuduhan pemecatan tersebut. Ia mengklaim tidak pernah terlibat dalam PHK yang dilakukan terhadap para karyawan itu.
“PHK dilakukan oleh ayah saya, almarhum Sony Sandra, sebelum saya menjabat. Saya bahkan tidak pernah bertemu dengan para pekerja itu,” jelas Tigor saat dikonfirmasi pada 7 Mei lalu.
Kini, tenda perjuangan itu berdiri sebagai simbol perlawanan kaum kecil yang merasa dipinggirkan. Mereka hanya ingin didengar, dihargai, dan diberikan apa yang seharusnya menjadi hak mereka.
jurnalis ; Sigit Cahya Setyawan