KEDIRI – Dalam kehidupan sosial, tidak dapat dipungkiri bahwa selalu muncul berbagai permasalahan. Baik yang bersifat umum maupun yang menyangkut masalah hukum. Dewasa ini, kompleksitas permasalahan semakin meningkat seiring dengan pesatnya tantangan perkembangan zaman.
Melihat sejarah, sosok RA Kartini telah menjadi legenda gerakan perempuan Indonesia, menjadi inspirasi salah satu jaksa bertugas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kediri. Ratna Mayangsari S.H, M.H, perempuan asli Kediri lahir 29 tahun yang lalu. Tercatat satu-satunya jaksa bertugas di Seksi Pidana Khusus (Pidsus).
Mengawali karir bertugas di Kejari Kabupaten Ternate Maluku Utara tahun 2015. Kemudian pindah tugas di Kejari Kabupaten Bumbu Kalimantan Selatan tahun 2017-2021 lalu tahun 2022 berpindah di Kejari Kabupaten Ponorogo dan hingga sekarang bertugas di Kediri.
Semangatnya dalam mempelajari hukum dan menjadikannya sebagai sesuatu yang menyenangkan, terlihat jelas saat ditemui di ruang kerjanya. Menurut Mayang, demikian sapaan akrabnya menjadikan semangat dan memutuskan berkarir di Korps Adhyaksa.
“Awal mula kepikiran menjadi jaksa karena dulu keren. Pekerjaannya bisa keliling Indonesia dan mendapatkan banyak pengalaman. Apalagi kita masih muda dan jiwanya masih membara. Kenapa memilih Pidsus, karena tantangannya mandiri. Mulai lidik, penuntutan hingga eksekusi harus dijalani sendiri,” terangnya.
Mayang mengaku banyak pelajaran didapat saat bertugas di Seksi Pidsus, dibanding sebelumnya ditugaskan di Seksi Pidana Umum. “Kalau di Pidum (Pidana Umum, red), undang – undangnya itu dan stuck disitu. Begitu masuk Pidsus, banyak yang dipelajari dan seakan mulai dari nol. Harus banyak baca referensi dan belajar,” ungkapnya
Disinggung tantangan, Mayang menyebutkan bahwa saat dirinya harus mengikuti persidangan selama ini didominasi kaum laki-laki. Karena minimnya jaksa perempuan, menuntutnya untuk tampil dan bekerja sebagai perempuan modern.
“Jika sidang kebanyakan laki – laki, 10 banding 2 perempuan. Saya menghadiri sidang paling jauh di Pengadilan Tipikor Surabaya, yang luar kota telah jarang. Semua itu karena perempuan harus berposisi ganda, di rumah sebagai istri,” jelas Mayang.
Bukannya tidak beresiko, Mayang pun mengaku memiliki rasa ketakutan apalagi saat mengungkap kasus besar yang menyeret pejabat tertentu. Rasa takut sebagai perempuan, karena munculnya teror ditujukan kepadanya tidak bisa dihindarkan.
“Rasa takut itu pasti ada dan pekerjaan pasti ada risikonya. Tapi kalau kita sudah jalan sesuai dengan prosedur yang kita lakukan. Sudah sesuai dengan koridor, tetap maju saja yang terpenting ada Tuhan selalu bersama kita,” tegasnya.
Mayang pun menyebut mengidolakan Jaksa Agung Dr. S.T. Burhanuddin, sebagai sosok dinilai tegas dalam memerangi kasus korupsi. Ia pun juga memiliki cita citanya ingin menjadi Jaksa Agung pertama di Indonesia dan tentunya mengharumkan nama daerah ke tingkat nasional.
“Kalau untuk tokoh inspiratif, tentunya Pak Jaksa Agung, semangat dan cara penangannan kasus Tipikor yang tegas dan humanis. Beliau kalau menangani Tipikor sampai turun ke akar – akarnya. Kalau cita – cita, ingin menjadi Jaksa Agung perempuan pertama di Indonesia. Mengingat selama ini, belum pernah diduduki perempuan,” ucap perempuan berkacamata.
Jurnalis : Wildan Wahid Hasyim Editor : Nanang Priyo Basuki