DPRD menuntut agar pada rapat lanjutan nanti, PT KAI datang membawa data valid, mulai dari batas lahan, program pembangunan, hingga skema dukungan terhadap warga terdampak.
Jika transparansi dan itikad baik tak juga muncul, konflik lahan di Stasiun Kediri berpotensi menjadi bom waktu sosial yang siap meledak.
KEDIRI – Polemik relokasi dan pemanfaatan aset di kawasan Stasiun Kediri kembali memanas. Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Kota Kediri pada Rabu (26/6) belum membuahkan solusi konkret. Meskipun dihadiri jajaran pimpinan dewan, perwakilan Pemkot Kediri, PT Kereta Api Indonesia (KAI), Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta warga yang tergabung dalam Paguyuban Bocah Stasiun (Bosta), pembahasan masih berkutat pada tanya jawab dasar tanpa arah penyelesaian.
Ketua Bosta, Nowo, menyebut pertemuan tersebut belum menyentuh substansi.
“Masih sebatas klarifikasi. Belum ada hasil apapun. Kemungkinan akan ada rapat lanjutan, tapi kami menunggu kepastian dari DPRD,” ungkapnya.
Isu paling krusial menyangkut keberadaan 24 rumah warga yang berdiri di atas lahan milik PT KAI. Warga menolak membayar sewa karena belum ada kejelasan hukum atas status kepemilikan tanah. Ketua Komisi B DPRD Kediri, Arief Junaidi, menyuarakan desakan kuat terhadap PT KAI agar terbuka.
“Kalau memang itu milik PT KAI, tunjukkan sertifikatnya. Jangan hanya klaim sepihak. Warga butuh kepastian. Kalau harus bayar sewa, berapa besarannya? Jangan tiba-tiba menggusur tanpa prosedur,” tegas Arief.
Selain pemukiman, relokasi ini juga berdampak serius pada penghidupan masyarakat sekitar, mulai dari pedagang kaki lima, tukang becak, hingga ojek konvensional. Mereka kehilangan ruang beraktivitas karena perubahan tata ruang di sekitar stasiun.
Arief mengingatkan PT KAI agar tidak hanya mengejar keuntungan semata. “Jangan hanya berpikir bisnis. Di mana tanggung jawab sosialnya? Apa ada program CSR, relokasi usaha, atau bentuk bantuan lain bagi warga yang terdampak?” tanya Arief tajam.
Ia juga memastikan DPRD akan melayangkan surat resmi untuk meminta pemetaan rinci aset dari PT KAI, termasuk mencocokkannya dengan data BPN dan Pemkot. Tujuannya jelas: kejelasan hukum dan keadilan bagi warga.
jurnalis : Kintan Kinari Astuti