KEDIRI – Predikat Kota Layak Anak (KLA) Tingkat Madya yang diraih Pemerintah Kota Kediri kembali menuai sorotan. Meski di atas kertas berbagai indikator telah dipenuhi, namun realita di lapangan justru menunjukkan sebaliknya. Kinerja lembaga resmi yang berada di bawah naungan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A2PKB) dinilai tidak sejalan dengan penghargaan yang disandang.
Catatan redaksi menunjukkan masih maraknya kasus kekerasan dan tekanan psikologis yang dialami perempuan dan anak di Kota Kediri. Mulai dari bullying yang terus menjalar di dunia pendidikan tingkat SD hingga SMA, kasus penganiayaan di perumahan hingga membuat korban harus dirawat inap, hingga percobaan bunuh diri oleh seorang perempuan di Lingkungan Waung, Kelurahan Sukorame.
Kasus terakhir ini menjadi sorotan tajam. Meski sempat dilakukan asesmen oleh petugas dan korban dikembalikan ke keluarga, publik mempertanyakan keberadaan dan respons cepat Satgas PPA. Mantan Camat Kota Kediri yang kini menjabat Kepala DP3A2PKB, Arief Cholisudin Yuswanto, saat dikonfirmasi justru memberikan jawaban mengambang.
“Sebentar saya tanyakan sekalian minta foto-fotonya,” ujarnya, Jumat (13/6).
Ditambahkannya, jika berdasarkan asesmen awal yang bersangkutan diduga mengalami tekanan psikis akibat permasalahan pribadi yang mengarah pada kondisi depresi.
“Untuk sementara, hari ini (kemarin, red) yang bersangkutan telah diserahkan kembali kepada pihak keluarga. Ke depan, kami akan terus menjalin komunikasi dengan keluarga guna merencanakan langkah-langkah pendampingan lanjutan, termasuk kemungkinan melibatkan psikolog atau bentuk pendampingan lain yang sesuai dan dapat diterima oleh yang bersangkutan,” imbuhnya
Sejumlah sumber menyebut, pasca kasus ini ditangani oleh Polsek Mojoroto, pihak Satgas PPA belum tampak melakukan kunjungan atau pendampingan langsung kepada korban maupun keluarga. Kondisi ini tentu memunculkan pertanyaan besar mengenai fungsi sebenarnya dari satuan tugas yang seharusnya menjadi garda terdepan perlindungan perempuan dan anak.
Kritik keras juga disampaikan oleh Ketua SAPMA Pemuda Pancasila Kota Kediri, Bagus Romadhon, yang dikenal aktif dalam advokasi isu perempuan dan anak. Ia mempertanyakan dasar pemberian predikat Madya kepada Kota Kediri.
“Dulu kami ikut terlibat aktif saat meraih predikat Nindya. Tapi kini, banyak kasus muncul dan seperti tidak ada tindak lanjut. Apakah penghargaan itu hanya hadiah?” tegasnya.
Bagus juga menyoroti dua peristiwa besar yang belum lama terjadi: demo ratusan siswa di salah satu SMK dan kasus pembunuhan sadis yang dikenal publik sebagai tragedi “Koper Merah”. Kedua kasus ini, menurutnya, cukup menggambarkan bahwa sistem perlindungan masih jauh dari ideal.
“Kami sudah bertemu dengan kepala dinas minggu lalu dan minggu depan akan melakukan audiensi resmi. Kami ingin tahu seberapa sigap dinas dan Satgas PPA ketika harus turun tangan langsung di lapangan. Jangan sampai keberadaan mereka hanya simbolis belaka di era kepemimpinan Wali Kota Mbak Vinanda,” kritiknya.
Secara normatif, predikat KLA Tingkat Madya diberikan kepada daerah yang mampu mencegah kekerasan, merespons cepat laporan, dan membentuk mekanisme perlindungan yang melibatkan unsur masyarakat. Tapi fakta di Kediri menunjukkan, implementasi itu masih jauh panggang dari api.
“Satgas PPA seharusnya menjadi jembatan antara masyarakat, dinas, dan unit layanan. Mereka bukan hanya pelengkap, tapi pelopor di garis depan perlindungan. Kalau fungsinya tidak jalan, predikat ini layak dievaluasi,” tutup Bagus Romadhon.
jurnalis : Kintan Kinari Astuti - Nanang Priyo Basuki