KEDIRI – Pagelaran Kesenian Budaya Pencak Dor digelar di Lapangan Al Aula Muktamar Lirboyo pada, Sabtu (17/12). Ratusan petarung dari Kota Kediri dan sejumlah undangan khusus turut menyemarakkan salah satu warisan budaya Indonesia. Terbukti ampuh mampu melahirkan para pemuda memiliki fisik tangguh dan berjiwa mulia membawa negeri menuju kemerdekaan.
Ditemui disela-sela acara, Ketua Umum Gerakan Aksi Silat Muslim Indonesia (GASMI), Agus Zainal Abidin akrab disapa Gus Bidin. Berkenan membagikan waktu berkisah di masa sebelum kemerdekaan di era almarhum KH, Maksum Djauhari akrab disapa Gus Maksum.
“Dulu sebelum menjadi Markas 521, itu merupakan markas Jepang. Pencak dor pernah digelar disana oleh penjajah. Namun saat itu tidak dengan istilah pencak dor, memakai istilahnya Jepang” ungkapnya.
Selang dua minggu kemudian, terang Gus Bidin, giliran Pondok Pesantren Lirboyo yang menyelenggarakan dan mengundang tentara Jepang untuk bertarung. “Sebenarnya ini merupakan warisan budaya yang ada di masa revolusi, saat perjuangan menuju kemerdekaan. Hal ini kemudian berjalan hingga di jaman penjajahan Belanda. Kemudian di era kemerdekaan ini menjadi salah satu wujud bela negara dan tentunya pencak dor ini merupakan bagian penting dari perjalanan kemerdekaan negeri ini,” jelas Gus Bidin.
Kenapa memakai istilah “di Atas Lawan di Bawah Kawan, Indonesia Bebas Tawuran” rupanya terinspirasi saat pencak dor digelar Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol. Fadil Imran. Digelar di Markas Brimob Jakarta, beberapa waktu lalu saat marak terjadi tawuran.
“Kami diundang khusus oleh bapak Kapolda menggelar pencak dor digelar di Markas Brimob. Ini salah satu cara mewujudkan Indonesia bebas tawuran, karena pencak dor merupakan wadah bagi siapapun mempunya jiwa petarung,” jelasnya.
Bahwa di balik digelar pencak dor, sebenarnya terdapat tujuan mulia yang dikatakan Gus Bidin merupakan tuntunan ilmu laku. “Jadi jangan salah dikategorikan, ini sebenarnya budaya lama namanya pencak, bukan seperti bela diri yang ada sekarang seperti silat atau olah raga dari luar negeri yang masuk ke Indonesia. Jangan kemudian merasa sudah bisa satu atau dua jurus kemudian memiliki kepercayaan diri dan akhirnya lupa diri. Dengan pencak dor akhirnya terbentuk jiwa mulia agar tidak lupa diri,” tegasnya.
Harapan Ketua Umum Gasmi, agar warisan pencak dor ini terus lestari di Indonesia. “Pembentukan jiwa ini telah terbuktikan. Kami berharap di setiap digelarnya acara, mendapat dukungan penuh dari aparat keamanan. Ini merupakan kegiatan out dor, dengan tabuhan musik disebut jedor dan tidak menggunakan okol atau kekuatan fisik saja. Termasuk dengan pencak dor, memberikan kesempatan pedagang kaki lima untuk mencari rejeki. Inilah yang disebut budaya kearifan lokal,” imbuh Gus Bidin.
editor : Nanang Priyo Basuki