KEDIRI – Di balik penampilan menawan Wali Kota Kediri, Vinanda Prameswari, ada sentuhan tangan kreatif yang tak banyak diketahui publik. Dialah Nunung Wiwin Aryanti, sosok di balik Numansa Batik, desainer yang kerap merancang busana elegan nan khas untuk sang pemimpin Kota Kediri.
Namun siapa sangka, langkah Nunung di dunia batik bermula dari ketidaksukaan. Ia bahkan sempat pingsan lantaran terlalu sering bergelut dengan urusan batik untuk keluarga besarnya.
“Saya dulu tidak suka batik,” kenangnya sambil tersenyum.
Semesta seolah punya cara unik untuk mengubah jalan hidup seseorang. Tahun 2015, sebuah pelatihan batik yang digagas dinas menjadi titik balik. Awalnya enggan, Nunung akhirnya mengikuti pelatihan selama 16 hari—yang justru membuka pintu ke dunia yang kini begitu dicintainya.
Langkah awalnya tak muluk. Ia menciptakan sajadah anak bermotif batik karakter. Tak disangka, pasar menyambut hangat. Dari situ, semangatnya menyala. Ia terus belajar, hingga lolos kurasi Bank Indonesia dan mendapatkan beasiswa untuk menempuh pendidikan di sekolah mode ternama Susan Budiharjo, Surabaya.
Perjalanan Kediri–Surabaya tiga kali seminggu ia lakoni tanpa keluh. Pulang larut malam, mengerjakan tugas hingga dini hari, semua dijalani karena cinta pada proses.
“Capek, tapi karena suka, saya jalanin semua dengan semangat,” katanya penuh keyakinan.
Seiring waktu, batik bukan lagi sekadar motif di atas kain, melainkan jembatan menuju pengakuan. Tahun 2018, namanya mulai dikenal publik lewat gelaran Dhoho Fashion Street. Sejak itu, karier Nunung kian bersinar. Ia dipercaya merancang busana untuk keluarga Wali Kota Kediri, hingga menjadi desainer resmi Ibu Wali Kota.
Karya khasnya seperti motif Kuda Lumping dan Tirta Kamandanu kerap menghiasi panggung-panggung resmi.
“Mbak Wali itu sangat suportif, enak diajak diskusi, dan luar biasa konsisten. Ukurannya pun tak pernah berubah sejak pertama kali saya ukur,” tutur Nunung penuh hormat.
Numansa Batik tak sekadar label. Ia adalah rumah kreativitas yang tumbuh dengan nilai dan tekad. Sertifikat halal telah diraih, begitu pula penghargaan One Village One Product (OVOP) Indonesia dengan predikat Bintang 2, dua tahun berturut-turut.
Salah satu karya unggulannya adalah “Tebak” akronim dari Tenun Batik. Ini adalah perpaduan anggun antara batik tulis khas Kediri dan tenun ikat lokal, semua dikerjakan manual tanpa bantuan mesin digital. Warisan yang tak hanya kaya warna, tapi juga jiwa.
Tanpa latar belakang keluarga pembatik, Nunung membangun Numansa dari nol. Kini, ia memimpin tim yang terdiri dari desainer, pembatik, pewarna, hingga penjahit. Karyanya telah dipercaya instansi besar dan tokoh-tokoh nasional. Bahkan, salah satu busananya pernah dikenakan oleh desainer kenamaan Lenny Agustin di ajang Jakarta Fashion Week.
Di balik semua keberhasilan itu, ada dukungan keluarga yang selalu setia. Bagi Nunung, membatik bukan hanya tentang indahnya kain—tetapi tentang ketekunan, komitmen, dan cinta pada budaya.
jurnalis : Anisa Fadila