KEDIRI – Puluhan massa tergabung dalam Aliansi Kediri Bersatu melakukan unjuk rasa di depan Kantor Wahana Ottomitra Multiartha (WOM) Finance, Jalan Patiunus Kota Kediri. Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap dugaan tindakan premanisme dalam proses penagihan utang kepada Nur Chalim, warga Desa Gabru Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri.
Nur Chalim mengalami keterlambatan pembayaran cicilan satu bulan yakni bulan Juli lalu. Namun, yang dialaminya mobil Grand Max 2018, disita secara paksa. Padahal, mobil tersebut digunakan sebagai sumber penghidupannya sebagai penjual tas anyaman.
Supriyo, selaku koordinator aksi Aliansi Kediri Bersatu mengungkapkan. Meski Nur Chalim telah berusaha melunasi tunggakan, ia diminta untuk membayar biaya tambahan sebesar 10 juta rupiah yang dianggap tidak wajar. Supriyo mengecam keras tindakan WOM Finance, yang dinilainya melanggar prosedur hukum.
Menurutnya, penagihan semacam ini seharusnya diselesaikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau jalur pengadilan, bukan lewat tindakan sepihak.
“Kami siap melawan segala bentuk premanisme di Kediri. Semua persoalan kredit dapat diselesaikan tanpa pemaksaan atau intimidasi. Jika ini terus berlanjut, kami akan membawa masalah ini ke ranah hukum,” tegas Supriyo.
Terkait permasalahan ini, Eka Karistiya Setiawan selaku Branch Head WOM Finance Kediri, membantah adanya tindakan premanisme. Menurutnya, penyitaan mobil telah dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah disetujui oleh Nur Chalim. Dimana pihak nasabah setuju untuk mengembalikan kendaraan jika tidak mampu membayar cicilan.
Ia juga menjelaskan bahwa nasabah secara sukarela menyerahkan mobil setelah menandatangani surat pernyataan.
“Nasabah menjaminkan BPKB mobil untuk pinjaman angsuran 4,1 juta sekian selama 36 bulan. Dalam surat pernyataan jika nasabah tidak bisa melakukan angsuran maka kendaraan disita,” ujarnya.
Akhirnya setelah dilakukan audiensi, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan kasus ini secara damai. WOM Finance memberikan potongan biaya administrasi sebesar 50%, sehingga total yang harus dibayar Nur Chalim menjadi Rp16.191.900.
Supriyo berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, agar tidak ada lagi tindakan sewenang-wenang dalam penagihan utang. Ia juga menegaskan pentingnya penyelesaian masalah kredit melalui jalur hukum yang tepat.
“Semua masalah bisa diselesaikan dengan baik tanpa harus ada tindakan sepihak. Kami berharap ke depan tidak ada lagi kejadian serupa,” pungkas Supriyo.
Masih terjadinya permasalahan pada lembaga pembiayaan tentunya tidak lepas dari pengawasan Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Melalui salah satu pejabatnya, didapat penjelasan. Bahwa permasalahan tersebut telah selesai dengan jalur mediasi.
Saat dikonfirmasi bila kemudian hari kasus seperti ini terulang dan terjadi pada nasabah lainnya? “Jika diperlukan konfirmasi lebih lanjut monggo bisa disampaikan ke OJk secara tertulis. Karena tidak dalam kapasitas saya memberikan tanggapan,” terangnya.
Jurnalis : Sigit Cahya Setyawan Editor : Nanang Priyo Basuki