KEDIRI — Realisasi Dana Kelurahan (Dakel) di Kota Kediri hingga akhir Juni 2025 masih belum menunjukkan titik terang. Sejumlah lurah mengaku hanya bisa menunggu, meski dampaknya jelas: terhambatnya roda pembangunan dan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang sejatinya menjadi harapan besar Presiden Prabowo Subianto dan Wali Kota Kediri, Vinanda Prameswati.
Ironisnya, di tengah kebutuhan mendesak akan pelaksanaan program prioritas, para lurah justru tampak gamang untuk bersuara lantang. Ketakutan terhadap implikasi politik atau birokrasi tampaknya membuat mereka memilih diam, meski di balik layar mereka berharap pencairan anggaran segera dilakukan.
Kondisi ini memperkuat kesan bahwa Dana Kelurahan, yang notabene bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), seolah diabaikan. Padahal, sejak diluncurkan pada 2019, program ini menjadi instrumen penting dalam memperkuat pembangunan berbasis masyarakat di wilayah perkotaan.
Wali Kota Kediri, Vinanda Prameswati, saat dimintai konfirmasi usai sidak tiang telekomunikasi ilegal di Jalan Brawijaya, enggan memberikan penjelasan mendalam. Ia hanya menyarankan agar persoalan pencairan Dakel ditanyakan langsung kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
“Nanti silakan ditanyakan ke OPD terkait,” ucapnya singkat, Senin (30/6).
Namun, ketika awak media mencoba menelusuri informasi lebih jauh, hasilnya nihil. Kepala Bagian Pemerintahan, Ade Trifianto, yang seharusnya bisa menjelaskan secara gamblang, belum memberikan tanggapan. Salah satu staf menyebut bahwa ia tengah mengikuti rapat di Ruang Kilisuci.
Ketua Fraksi Partai Golkar sekaligus anggota Komisi A DPRD Kota Kediri, Imam Wihdan Zarkasyi, mengonfirmasi bahwa proses penganggaran sebetulnya sudah rampung sejak akhir Mei.
“Alokasi sudah ada, tinggal eksekusi. Artinya, secara administrasi anggaran sudah siap,” jelas Imam.
Namun demikian, Imam tidak menampik bahwa tahapan pencairan memang belum sepenuhnya dilalui.
“Memang butuh beberapa proses agar bisa terealisasi. Tapi soal sampai di tahap mana, itu yang masih jadi tanda tanya,” imbuhnya.
Ketidakjelasan ini mencerminkan lemahnya koordinasi dan transparansi antar-lembaga di lingkup Pemkot Kediri. Di satu sisi, para lurah dituntut untuk menjalankan program strategis. Namun di sisi lain, mereka justru dibelenggu oleh birokrasi yang tak kunjung menuntaskan proses pencairan anggaran.
Padahal, Dana Kelurahan dirancang untuk mempercepat pemerataan pembangunan. Mulai dari pembangunan saluran air, jalan lingkungan, hingga pelatihan bagi UMKM dan kelompok masyarakat rentan. Tanpa dana ini, upaya pemberdayaan yang telah dirancang dengan susah payah hanya akan tinggal rencana di atas kertas.
Pertanyaannya kini, sampai kapan kelurahan harus menunggu? Dan siapa yang bertanggung jawab atas lambannya proses pencairan ini?
Jika tak segera dibenahi, bukan hanya pembangunan yang stagnan, tetapi juga kepercayaan publik terhadap pemerintah kota yang bisa ikut runtuh.
jurnalis : Neha Hasna Maknuna - Nanang Priyo Basuki