KEDIRI – Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri kembali mengeksekusi lahan milik warga di Desa Tiron, Kecamatan Banyakan, Rabu (18/6/2025), untuk mendukung kelanjutan pembangunan jalan tol Kediri–Tulungagung yang termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Meski sempat diwarnai keberatan dari beberapa warga, eksekusi berjalan lancar berkat pengamanan ketat dari petugas gabungan.
Eksekusi yang dipimpin Panitera PN Kediri, I Made Witama, dilakukan setelah dana ganti rugi atas dua bidang lahan milik Tawakal seluas 686 m² dan Siti Badriah seluas 839 m² dititipkan melalui mekanisme konsinyasi di pengadilan, sesuai dengan Pasal 98 dalam Undang-Undang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Lahan yang telah dibebaskan langsung dibersihkan dengan penebangan pohon.
Namun demikian, suara keberatan dari warga masih terdengar. Bahrudin, salah satu pemilik lahan, mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah menerima sosialisasi secara personal dari perangkat desa seperti RT atau RW. Ia hanya diundang dalam pertemuan umum di sebuah gedung.
“Harga yang ditawarkan untuk tanah saya hanya Rp480.000 per meter, padahal nilai pasarnya jauh lebih tinggi. Tanah saya sah milik pribadi, lengkap dengan bukti pembayaran pajak aktif hingga 2025,” keluh Bahrudin.
Senada dengan Bahrudin, Wijianto juga mempertanyakan ketimpangan harga ganti rugi atas lahan milik neneknya. Ia mengungkapkan bahwa satu bidang tanah hanya dihargai Rp7 juta per ru, sementara bidang lain yang bersebelahan justru mencapai Rp60 juta per ru.
“Katanya dulu akan dilakukan survei ulang, bahkan sudah dijanjikan. Tapi sampai sekarang tidak pernah ada tindak lanjut,” kata Wijianto, yang akrab disapa Goser.
Menanggapi keluhan tersebut, I Made Witama menjelaskan bahwa tugas PN Kediri hanya sebatas pelaksanaan eksekusi sesuai prosedur hukum. Mengenai nilai ganti rugi, ia menegaskan hal itu di luar kewenangannya.
“Dana ganti rugi sudah dititipkan dan bisa diambil kapan saja oleh pihak yang berhak. Kalau merasa tidak sesuai, seharusnya diajukan keberatan melalui jalur hukum, bukan hanya lisan,” jelas I Made.
Ia menambahkan bahwa tanggung jawab penuh pelaksanaan eksekusi berada di bawah Ketua PN Kabupaten Kediri yang mendelegasikan tugas kepada panitia pelaksana di lapangan. Terkait keluhan soal nilai ganti rugi, ia menyarankan masyarakat untuk menempuh jalur hukum jika merasa dirugikan.
Kini yang menjadi pertanyaan, adakah pihak sengaja ingin menghambat proyek ini?
bila semua syarat legal sudah terpenuhi sebelum pelaksanaan, termasuk kejelasan dana ganti rugi disampaikan secara resmi melalui undangan. Tentunya tidak perlu dilakukan pengerahan aparat keamanan berlebihan, dengan lebih menonjolkan sosok tokoh desa setempat, komunitas ataupun mediator.
jurnalis : Neha Hasna Maknuna