KEDIRI – Desa Sidorejo Kecamatan Pare patut dijadikan teladan dalam kehidupan harmoni bermasyarakat, dengan menjaga semangat toleransi antar umat beragama. Meski mayoritas penduduk Kristiani, namun keberadaan umat Muslim tetap mendapat ruang dan dukungan penuh. Hal ini diungkapkan, Nur Sareh merupakan tokoh agama yang juga takmir Masjid Nurul Ula.
“Muslimnya sini sekitar masjid Nurul Ula ada 300an. Sebelah sana juga ada masjid Nurul Huda. Bermasyarakatnya bagus sekali. Kalau kerukunan bagus. Tidak pernah ada masalah,” ucapnya, saat ditemui di rumahnya Jumat kemarin.
Kerukunan warga begitu terasa dalam kehidupan sehari-hari. Hajatan, kegiatan sosial, hingga perayaan keagamaan menjadi momen kolaboratif antar warga.
“Kalau Umat Islam ada kegiatan keagamaan juga didukung sama warga sini. Di sini kan ada warga Islam, Kristen semuanya didukung,” terang Nur Saleh.
Hal ini dibenarkan Bagus Kristisanto selaku Kades Sidorejo terkait perayaan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan bersama-sama.
“Alhamdulillah untuk toleransi kebersamaan itu sangat luar biasa, tidak pernah ada sengketa, rukun hidupnya, Kalau ada hajatan contohnya, pasti kalau yang hajatan orang muslim nanti orang Kristen juga ikut membantu, begitu juga sebaliknya. raya idul Fitri Kalau hari raya idul Fitri banyak sekali umat Bahkan, saat Idul Fitri, umat Nasrani turut bersilaturahmi ke rumah-rumah Muslim, dan sebaliknya ketika Natal tiba,” jelas Bagus.
Sejarah desa ini tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan gereja, turut membentuk akar toleransi. Hal ini disampaikan Pendeta David Prasetiawan, menerangkan jika GKJW mengajarkan umatnya untuk hidup toleransi.
“Pendeta di sana mempelajari semua agama, agar apa? Agar tidak mudah menjudge dan menghakimi dalam hal beragama. Kami menjunjung toleransi yang tinggi. Bahkan dulu salah seorang pendeta kami adalah rekan dekat dari tokoh muslim Indonesia yakni mantan presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid alias Gus dur,” terangnya.
Kini, desa ini memiliki tiga gereja dan dua masjid besar, masing-masing berdiri dan berkembang bersama warga. Seiring perayaan Paskah, disampaikan Pendeta David, umat Muslim sangat memahami dan menghargai perbedaan perayaan ini.
“Kalau di Islam ada Idul Fitri, di Kristen ada Paskah. Masing-masing adalah hari kemenangan dalam keimanan,” lanjut Pendeta David.
Desa Sidorejo menjadi cermin bahwa perbedaan bukanlah penghalang, melainkan kekayaan yang menyatukan.
“Saya bangga hidup di tengah-tengah Nasrani bisa hidup berdampingan, ibadah enak, jadi kalau untuk muslim masuk tantangan juga. Kalau mengambil manfaatnya kita jadi tambah semangat,” tutup Nur Sareh.
jurnalis : Neha hasna Maknuna