KEDIRI – Proyek Jalan Tol Kediri–Tulungagung, salah satu bagian vital dari Proyek Strategis Nasional (PSN), terus melaju tanpa hambatan berarti. Rabu (11/6), bertempat di Balai Desa Manyaran Kecamatan Banyakan menjadi saksi geliat pembangunan yang semakin nyata. Ketika 27 bidang tanah resmi dibayarkan ganti ruginya dengan total nilai menyentuh Rp9,2 miliar.
Suasana di lokasi tampak hangat dan penuh harap. Para pemilik lahan datang dengan berbagai rasa. Dari terlihat lega, haru, hingga pasrah yang berserah. Salah satunya adalah Sultoni, warga Manyaran yang menerima kompensasi sebesar Rp594 juta. Meski nilai per satuan lahan bervariasi—mulai dari Rp7 juta hingga Rp20 juta per RU—Sultoni memilih merelakan.
“Ini proyek negara. Takut dimarahi Pak Prabowo kalau saya menghambat. Uangnya nanti saya belikan sawah lagi, supaya tetap produktif,” ujarnya sambil tersenyum.
Pemerintah Kabupaten Kediri melalui Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekda, Sukadi, menjelaskan bahwa proses pengadaan tanah untuk tol ini terbagi dalam dua Penetapan Lokasi (Penlok). Penlok Dua yang mencakup Desa Manyaran dan Tiron menjadi titik terluas dari keseluruhan jalur.
“di Manyaran, ada 171 bidang yang terdampak. Saat ini, tinggal satu bidang yang belum menyetujui ganti rugi. Di Tiron, dari 132 bidang, enam masih dalam proses. Secara keseluruhan, Penlok Dua telah mencapai progres 98,6 persen,” terang Sukadi.
Penlok Satu, yang telah rampung 100 persen, tinggal menunggu eksekusi fisik. Harapan pun membumbung tinggi, bahwa Juni atau paling lambat Juli nanti, pembebasan lahan untuk seluruh akses tol menuju Bandara Kediri bisa tuntas sepenuhnya.
Sukadi menegaskan, pembayaran ganti rugi dilakukan bertahap, mengikuti irama kelengkapan administrasi para pemilik lahan.
“Hari ini adalah pembayaran tahap kedua. Kami tidak ingin menahan hak mereka yang sudah siap, hanya karena sebagian belum rampung dokumennya,” katanya bijak.
Pembangunan infrastruktur memang tak sekadar soal beton dan aspal. Ia adalah tentang harapan, pengorbanan, dan tekad kolektif membangun masa depan. Di Manyaran, semangat itu terasa nyata—di antara tumpukan berkas, harapan warga, dan niat luhur pemerintah membangun negeri.
jurnalis : Sigit Cahya Setyawan