KEDIRI – Raungan suara sirine diantara tangis duka kesedihan telah dilalui selama 21 tahun lamanya. Tiada penghargaan tertinggi diharapkan, kecuali ucapan terima kasih dari keluarga berduka usai antarkan jenasah. Memang benar, setiap hari tim sopir rumah sakit milik Pemerintah Kota Kediri ini, bila dirata-rata saat bertugas. Mencapai 21 jenasah diantar dalam setiap harinya. Itulah kisah dijalani Mohammad Fadil, telah mengabdikan diri di RSUD Gambiran Pemerintah Kota Kediri.
Usai membersihkan diri menghantarkan jenasah terkonfirmasi positif. Awalnya pria dikenal ramah inipun enggan bercerita. Bagaimana dia bisa bertahan sebagai sopir mobil jenasah selama puluhan tahun. Fadil, demikian akrab disapa, kemudian mengucapkan kata pertamanya bersyukur. Bahwa dirinya masih diberi amanah untuk menjalankan tugas ini.
“Saya bekerja di RSUD Gambiran telah 21 tahun. Tugas pertama langsung sopir ambulance sampai hari ini. Pernah sebagai sopir direktur sampai pensiun, kurang lebih 3 tahun,” ucap suami Nining Nova Tri Astuti, juga bekerja di tempat yang sama.
Hasil pernikahan mereka, membuahkan dua anak, Nela Fauzia berusia 11 tahun dan Lin Ahmada berusia 5 tahun. “Suka dukanya kami senang menolong orang susah, terus mendapat ucapan terima kasih saja, kami sudah merasa senang,” terang lelaki memiliki hobi bermain sepak bola. Bila kendala di jalan, terang Fadil, pasti selalu ada namun dirinya pun berharap tidak hingga terlibat dalam kecelakaan.
“Selain kereta api melintas, memang kita harus berhenti. Namanya lalu lintas, banyak orang yang ingin sampai tujuan. Meski kita telah nyalakan sirine hingga volume ditinggikan, bahkan nyalakan klakson beberapakali tidak segera memberi jalan,” ucapnya. Paling terjauh dia pun pernah hantarkan jenasah hingga ke Pulau Dewata Bali. Kemudian wabah pandemi ini terjadi, dia pun awalnya sempat merasakan keraguan karena harus memakai Alat Pelindung Diri.
Siapa yang tidak takut tertular Covid? Namun atas dukungan istri dan anak-anak, akhirnya memantapkan jiwa saya untuk melakukan pengabdian,” terang lelaki tinggal bersama keluarganya di Jl. Raung Gg Melati RT. 03 RW. 01 Banjarmlati Kecamatan Mojoroto. Dulu saat awal pandemic, standar APD dipakai Level 3, namun kini telah berganti level 2. Dimana bahannnya lebih tebal dan efek yang pasti sekujur tubuh penuh keringat.
“Dulu kita masih pakai APD Level 3 bahannya seperti jas hujan, sekarang Level 2 bahannya lebih tebal terasa lebih panas dan mesti mandi keringat. Selesai bekerja, APD kemudian kita lepas di rumah sakit dan tidak boleh di sembarang tempat. Sebelum dilepas kita disemport disinfektan, kemudian kita langsung mandi membersihkan diri,” kata Fadil.
Dia pun bersyukur dukungan pihak rumah sakit begitu luar biasa, bantuan vitamin atau minuman ringan selalu diberikan. Juga pemeriksaan Swab Antigen atau PCR, bila terdapat sopir yang merasakan kurang enak badan. Fadil sendiri berkedudukan sebagai koordinator sopir, membawahi 9 sopir bekerja selama 24 jam. “Dalam satu hari terdapat 3 shift, dimana setiap shift terdapat dua sopir yang bertugas,” imbuhnya.
Editor : Nanang Priyo Basuki