KEDIRI – Jiwa nasionalisme harus dibangun pada setiap warga Negara Indonesia dengan beragam cara. Kisah menarik dituturkan Muasih Setiawati, pemilik Toko Monalisa berada Ruko Stasiun Kediri nomor 6 – 8 Kota Kediri. sempat menjadi pasukan pengibar bendera saat duduk di bangku SMA, juga menjadi dirijen setiap upacara di masa sekolah. Hal ini masih dikenangnya dan dirupakan dalam memproduksi Bendera Merah Putih berkualitas dengan jahitan halus.
“Saya punya usaha ini dari tahun 2000, sebelumnya orang tua usaha konveksi pakaian seragam. Istilahnya turun temurun, Alhamdulillah konsumen saya sudah banyak baik dalam kota hingga seluruh pelosok Indonesia. Saya memiliki 30 karyawan, dalam sehari bisa produksi mencapai 70 bendera setiap karyawan. Harga grosir ukuran 120 x 80 Rp. 17.500, untuk ukuran 60 x 90 Rp. 12.500,” terangnya.
Ditemui disela-sela memotong kain bendera, Jumat (06/08), dia mengaku sempat kelabakan saat awal pandemi. Dagangan seragamnya tidak laku, justru mulai awal Maret yang laku justru bendera. Dengan jujur dia mengaku terpaksa menjual tiga unit mobil dan sejumlah perhiasan untuk membayari karyawannya. Dilakukan demi mempertahankan puluhan karyawan telah bekerja padanya puluhan tahun.
“Kini saya setiap harinya motong kain untuk selama Bulan Juni hingga Agustus bisa 500 meter. Namun untuk hari-hari biasa sekitar 200 meter. Saya yang memotong sendiri, setelah itu baru saya kasihkan karyawan untuk dijahit. Alhamdullilah meski pandemic, tidak satu pun karyawan yang saya berhentikan,” ucapnya.
Bendera Monalisa Bergaransi
![](https://kediritangguh.co/wp-content/uploads/2021/08/7-bendera.jpeg)
Dia pun mengaku tidak berani membuka toko, karena harus mematuhi aturan pemerintah. Solusinya, kain potongan ini dibawa pulang karyawannya, untuk dijahit di rumah masing-masing. Dia pun mengaku bangga bila bendera hasil garapannya dikibarkan.
“Salah satu rasa nasionalisme Bangsa Indonesia, hampir semua bendera dipasang masih baru. Saya ikut senang melihat bendera di jalanan protokol, merah benar merah, putih benar putih. Karena bendera kita merah putih. Bila beli di tempat kami, maksimal dua bulan sobek, maka akan saya ganti baru. Paling banyak pesanan di Kalimantan, Papua, Jakarta dan NTT,” ungkapnya.
Cerita menarik lainnya, seluruh karyawannya rata-rata pengganguran dan putus sekolah. “Pertama kita tampung anak-anak yang putus sekolah lalu kita latih menjahit. Setelah pekerjaannya sempurna baru kita berani edarkan ke pasaran,” jelasnya.
Lalu kenapa dia menjual bendera dengan harga murah, rupanya dia selalu menimbun kain untuk persiapan. “Seperti sekarang, saya sudah nimbun kain setelah lebaran kemarin. Meskipun harga di tempat lain naik, saya tetap menjual dengan harga umum,” imbuhnya.