Di tengah geliat pembangunan negeri, tak banyak perusahaan yang berani melangkah sejauh PT. Gudang Garam Tbk. Perusahaan rokok legendaris yang berakar kuat di Kediri ini telah melangkah lebih dari sekadar mencatat keuntungan. Mereka memutuskan untuk menanam harapan di langit Kediri, lewat pembangunan sebuah bandara megah: Bandara Dhoho Kediri.
Langkah ini bukanlah upaya pencitraan. Bukan pula sekadar proyek ambisius tanpa arah. Ini adalah buah dari sebuah komitmen panjang. Komitmen untuk membalas budi kepada tanah kelahiran dengan membuka akses, memperluas ekonomi, dan mendekatkan mimpi-mimpi masyarakat yang selama ini jauh dari pusat pembangunan.
Bandara Dhoho Kediri sendiri merupakan Bandar Udara pertama yang dibangun dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Pembangunannya dilakukan oleh PT Gudang Garam melalui anak perusahaannya PT Surya Dhoho Investama.
Bandara yang Dibangun dengan Hati
Tak banyak yang tahu, sejak wacana bandara pertama kali digaungkan, PT. Gudang Garam menghadapi gelombang tantangan. Mulai dari pembebasan lahan, proses perizinan yang berliku, hingga keraguan banyak pihak atas kelayakan ekonomi proyek tersebut.
Namun di balik layar, perjuangan tanpa pamrih terus dilakukan. Bahkan ketika pandemi COVID-19 memukul perekonomian global, perusahaan tetap melanjutkan pembangunan, seolah berkata: “Harapan tak boleh ikut mati.”
Bandara Dhoho bukan hanya sekadar infrastruktur. Ia adalah simbol kepercayaan diri masyarakat Kediri. Dulu, untuk terbang ke luar kota, warga harus menempuh perjalanan berjam-jam ke Surabaya atau Malang. Kini, langit itu ada di atas kepala sendiri. Peluang baru terbuka. Pariwisata menggeliat. UMKM bangkit. Lahan tidur kini ramai oleh geliat ekonomi.
Membangun, Bukan Merampas
Pembangunan bandara sering kali lekat dengan isu penggusuran dan hilangnya ruang hidup warga. Namun di Kediri, Gudang Garam menempuh jalan yang berbeda. Proses pembebasan lahan dilakukan dengan pendekatan manusiawi, dialog yang intens, dan niat tulus untuk tidak menyakiti. Para petani diberi ruang untuk menyuarakan haknya. Kompensasi yang adil, pelatihan kerja, hingga bantuan sosial diberikan, agar semua bisa tumbuh bersama.
Bandara ini, sejatinya, bukan hanya milik perusahaan. Ia adalah milik masyarakat. Gudang Garam hanya jadi jembatan yang menghubungkan mimpi dengan kenyataan.
Langit Kini Tak Lagi Jauh
Hari ini, setiap pesawat yang mendarat di Dhoho membawa lebih dari sekadar penumpang. Ia membawa harapan. Ia membawa wisatawan, pebisnis, dan peluang-peluang baru. Kota Kediri, yang dulu dianggap kota transit, kini menjelma jadi destinasi. Semua ini tak lepas dari tekad besar perusahaan yang sejak awal berdiri, tak pernah melupakan akar dan tanah airnya.
Melalui Bandara Dhoho, Gudang Garam telah menulis sejarah. Sejarah tentang keberanian sebuah korporasi untuk tidak hanya mencari untung, tapi juga memberi. Sejarah tentang cinta diam-diam pada tanah kelahiran. Dan sejarah tentang bagaimana langit bisa digenggam, bila hati tulus dalam membangun.
Jika Anda berada di Kediri dan melihat pesawat terbang di atas, ingatlah—itu bukan sekadar besi terbang. Itu adalah simbol bahwa siapa pun, dari mana pun, berhak bermimpi. Dan PT. Gudang Garam Tbk telah memastikan bahwa mimpi itu bisa lepas landas dari halaman rumah sendiri.