KEDIRI – Pemerintah Kelurahan Burengan untuk pertama kalinya menggelar acara Ngopi Budaya yang bertujuan menggali dan mendokumentasikan sejarah Burengan (28/09).
Acara ini diselenggarakan di TPU Burengan, di depan makam Mbah Mbureng, dan dihadiri oleh pemerhati budaya dan sejarah.
Dalam sambutannya, Lurah Burengan, Adi Sutrisno, menyampaikan bahwa acara ini merupakan langkah awal untuk menghasilkan buku sejarah tentang Burengan sehingga ada warisan pengetahuan bagi generasi penerus.
“Kami masih awam soal kepurbakalaan dan budaya, sehingga menggandeng pemerhati budaya dan sejarah dalam menyusun sejarah Burengan,” ujarnya.
Tiga narasumber hadir sebagai pemantik diskusi, yakni Sigit Widiatmoko, dosen sejarah UNP Kediri, Wahyu Alam, Ketua Dewan Kesenian Daerah Kediri, serta Syaiful Arief, Ketua Yayasan Nawa Nata Arya Sidoarjo.
Sigit Widiatmoko memberikan apresiasi terhadap inisiatif ini, namun mengingatkan bahwa penyusunan buku sejarah memerlukan proses panjang dan pengujian sumber yang teliti.
“Penelitian ini sangat bagus karena masih fresh belum pernah ada yang menggali tentang Burengan,” jelasnya.
Wahyu Alam turut mendukung program ini dan ingin menanam pohon langka di sekitar makam Mbah Mbureng jika diizinkan, menambah tanaman yang sudah ada, seperti Kayu Lanang dan Pohon Jambu Klampuk, yang menurutnya memiliki filosofi penting.
“Kayu Lanang melambangkan laki-laki sejati, sementara Jambu Klampuk bisa ditafsirkan enak berkelompok atau sebagai ajakan untuk menyatukan visi dan misi menuju kemajuan,” ujarnya.
Sementara itu, Syaiful Arief, yang akrab dipanggil Gus Ipul, menyampaikan materi terkait Suluk Singonegoro karya Singonegoro Giri IX.
Ceritanya banyak membahas peperangan dan tokoh-tokoh yang pernah singgah di Burengan.
Diskusi ini sempat memunculkan perdebatan di antara para pemerhati budaya, namun semua sepakat bahwa diskusi lebih lanjut akan diperlukan untuk mendalami sejarah Burengan secara menyeluruh.
Adi Sutrisno menegaskan bahwa acara ini hanyalah langkah awal dari ikhtiar mereka untuk menggali sejarah Burengan.
“Ini baru permulaan, dan masih banyak kajian yang perlu dilakukan ke depannya. Makanya kami akan menggelar kegiatan serupa nantinya,” tutupnya.
jurnalis : Sigit Cahya Setyawan editor : Nanang Priyo Basuki