KEDIRI – Sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan terdakwa Hari Amin selaku kepala desa non aktif Desa Jambean Kecamatan Kras. Kembali digelar dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tinggi Tipikor Surabaya, Jumat (01/03).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kabupaten Kediri kembali menghadirkan para saksi diantaranya dari pihak PTPN X. Sebanyak 7 orang saksi untuk didengarkan keterangan ini, terdiri 5 orang dari PTPN.
Masing-masing Mustaqim selaku Kepala Divisi Pengembangan, Sugiharto selaku Pengadaan Barang dan Jasa, Yusuf selaku Asisten Perusahaan Bidang Aset, Puji Setiawan selaku Kaur Perencanaan Strategis dan Pengembangan, terakhir Nurul Widyawanti selaku Kaur Adminitrasi dan Pemeliharaan. Selain itu dua orang dari pihak Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), Yusuf dan Rama Ardana.
Dihadapan majelis hakim, Mustaqim menjabat Kepala Perencanaan dan Pengembangan tahun 2016-2017 sebagai saksi kunci dan dicecar sejumlah pertanyaan oleh para majelis hakim dipimpin Sudarwanto.
“Jadi total dana yang dikeluarkan untuk perluasan pembangunan di tiga pabrim gula sebesar 970 milyar. Namun untuk PG Ngadirejo saya tidak tahu rinciannya berapa milyar,” terang saksi
Dalam keterangannya, Mustaqim juga menjelaskan bahwa lokasi tanah yang disengketakan dengan luas wilayah 4.385 meter akan dibuat pembangunan. Ia juga menjelaskan bahwa lahan tersebut dimiliki sebagian oleh warga desa dan Desa Jambean
“Hanya tahunya milik sebagian warga dan Desa Jambean. Tapi saya tidak tahu perinciannya. Karena ada tim lain yang melakukan pengecekan,” tegasnya
Dalam persidangan ini juga terkuak, bahwa perusahaan besar sekelas pabrik gula ternyata melakukan tindakan yang cukup ceroboh. Pasalnya pabrik gula membayarkan tanahnya sendiri mencapai Rp. 1 triliun. Alasannya, karena perusahaan tidak mengetahui sejarah kepemilikan tanah tersebut.
“Jadi saya mendapatkan informasi bahwa lahan tersebut pernah tukar guling dalam pemanfaatannya. Buktinya yakni surat segel yang didapat oleh Suryanto selaku Ketua PNM,” jelas Yusuf
Menanggapi keterangan para saksi, majelis hakim sejak awal mencecar pertanyaan kemudian memberikan pemahaman. Bahwa, pihak PTPN seharusnya teliti dan mengetahui. Bahwa tanah bekas Belanda merupakan tanah hak milik negara dengan diatasnamakan pabrik gula dan KAI.
Atas keterangan para saksi dihadirkan, Saiful Anwar selaku penasehat hukum terdakwa menjelaskan. Semua saksi dihadirkan, tidak ada yang menyatakan jual beli. Pihaknya tetap pada pendirian bahwa kasus ini bukan wewenang Pengadilan Tipikor.
“Kita tidak bersalah atau tidak wewenang majelis. Cuma berdasarkan fakta persidangan. Kalau mungkin orang yang bersalah atau tidak, itu tergantung perbuatan pidananya. Mungkin satu perbuatan ada, tapi ranahnya bukan pidana tapi perdata,” jelasnya
Jurnalis : Wildan Wahid Hasyim Editor : Nanang Priyo Basuki