KEDIRI – Bertemu sosok kepala desa yang satunya ini, mungkin tidak pernah menyangka dengan memiliki perjalanan hidup yang luar biasa hingga kemudian juga menjadi pengusaha meubeler. Ditemui disela-sela bekerja di gudang meubel miliknya, Agung Witanto sehari-harinya merupakan Kepala Desa Tugurejo Kecamatan Ngasem. Jabatan ini sebenarnya bukan dari cita-cita masa kecilnya.
“Saya asli kelahiran Tugurejo, SD di Ketami, kemudian di SMP Negeri Gurah, lalu di STM Kerto jurusan mesin perkakas lulus tahun 2001. Lalu mendaftar sebagai TNI di Samarinda sesuai cita-cita saat kecil. Namun tahun 2014, saya memutuskan mengundurkan diri dengan pangkat terakhir Prajurit Satu. Bila usaha mandiri, karena saya punya bibit kemauan. Namun bila di TNI, saya selalu berpikir bagaimana mencari rejeki untuk keluarga,” terangnya ditemui Rabu (06/04)
Lahir tanggal 14 April 1983, dari pernikahannya dengan Debi Rinawan telah dikaruniai tiga anak. Agung pun bercerita masa kecilnya, setiap berangkat sekolah saat masih duduk di kelas 1 SD, nanti bekerja dimana, menikah dengan siapa lalu bagaimana nasib anak-anaknya. “Makanya saya selalu bangga dengan masa kecil, Agung dulu jatuh bangun, pernah jualan mercon saat belum sekolah dengan diikat di kursi dan ditunggu seharian meski kadang tidak laku,” ungkapnya.
Mengabdi Untuk Desa
Namun sekarang dia telah menjadi pengusaha meubel dengan omzet mencapai Rp. 20 juta dalam satu bulan. Karya ukirnya dengan menggunakan mesin, telah memiliki pelanggan di sejumlah kota hingga di Luar Jawa. “Kemudian saya mendirikan gudang dan memutuskan membuka usaha meubel. Saya datangkan tukang ukir dari jepara. Untuk mengukir dipan (tempat tidur, red) biaya ukir saja sekitar 2,5 juta. Kemudian saya mendapat referensi dari teman, jika ada alat bisa untuk ukir 3 dimensi. Apalagi bila pesanan banyak dan pembeli memilih kualitas bukan karya asli seni ukir,” terangnya.
Selanjutnya, tahun 2020 dengan menggunakan peralatan inilah usahanya mulai merangkak seiring banyaknya pesanan. “Pesanan mulai dari Kalimatan Timur, Cirebon, bahkan orang Jepara juga order ke kami. Bila lokal, sekitar Malang dan Blitar. Dengan alat ini, kita bisa mengukir apapun semacam ukir cutting. Namun saya tidak berhenti di meubel, setelah membuka toko material dan usaha properti, kini membuat karya dari bekas olahan limbah. Seperti PVS bisa dijadikan bentuk wayang,” ucap Agung
Begitu juga sisa kayu, bisa diubah menjadi sangkar burung dengan harga mencapai Rp. 2 juta. “Bekas kayu ini saya menjadi sangkar burung, harganya bisa mahal mencapai 2 juta. Sebelumnya, untuk membuat sangkar harus membayar seharga 120 ribu. Namun dengan menggunakan peralatan mesin rakitannya, menjadi lebih ekonomis dan malah lebih banyak menyerap tenaga kerja. Saya kini memiliki 17 karyawan, termasuk terdapat satu keluarga termasuk mertua, menantu dan anak-anaknya ikut bekerja di sini,” terangnya.
Lalu apa alasannya memutuskan maju sebagai kepala desa? “Saya ingin bangun desa, tahun 2019 maju sebagai calon kepala desa. Padahal sebelumnya saya tidak berpikir akan menjadi kepala desa. Setelah satu tahun mengembara melakukan riset hingga menjadi kernet angkot di Kota Malang. Makanya saya punya prinsip, segala sesuatu usaha tidak usah terlalu pikir, meski orang bilang saya ini seperti konyol. Namun saya percaya bahwa rejeki semua di tangan Alloh,’ terangnya.