KEDIRI – Polemik belum cairnya dana kelurahan di Kota Kediri kembali mencuat dan memicu kegelisahan di kalangan aparat kelurahan. Meski dana tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), hingga kini belum juga dapat direalisasikan lantaran belum terbitnya petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis).
Di balik penundaan ini, mencuat kabar tak sedap mengenai dugaan ketidaksiapan birokrasi di internal Balai Kota Kediri. “Pasti cair, ditunggu saja,” ucap Sekda Bagus Alit saat dikonfirmasi kemarin di Balai Kota.
Informasi yang diterima redaksi menyebutkan bahwa beberapa oknum lurah dan oknum seorang camat disebut-sebut sebagai pihak yang dianggap tidak mampu menjalankan tugas sesuai ekspektasi. Secara kasat mata, mereka tampak bekerja aktif dan komunikatif, namun dalam praktiknya, kinerja yang ditunjukkan belum mencerminkan kondisi lapangan yang sebenarnya.
Kritik pun semakin tajam mengarah ke sejumlah pejabat yang disebut tak cukup kompeten dalam merancang dokumen administratif, termasuk surat-surat penting yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran. Bahkan, muncul tudingan bahwa beberapa pejabat hanya mengandalkan metode copy-paste dari era pemerintahan sebelumnya, tanpa melakukan penyesuaian substansi yang relevan dengan kebutuhan saat ini.
Kondisi ini semakin memprihatinkan ketika kabar beredar bahwa sebagian pejabat mulai merasa “terancam” akan kehilangan jabatan seiring rencana mutasi yang dikabarkan akan segera digulirkan oleh Wali Kota Kediri, Vinanda Prameswati.
“Bisa saja merasa bakal dimutasi. Saat saya tanya, katanya sudah berada di meja Mbak Wali. Lalu meja yang mana?,” ucap Agung Purnomo, Ketua Komisi C DPRD Kota Kediri.
Di tengah kekacauan ini, muncul pula keluhan dari sejumlah lurah yang selama ini dikenal loyal dan berkomitmen terhadap kepemimpinan Mbak Wali sapaan akrab Wali Kota Vinanda. Mereka mengaku hanya bisa mengelus dada melihat lambannya proses pencairan dana yang sangat dibutuhkan untuk pelayanan masyarakat.
Lebih jauh, ada kekhawatiran bahwa dinamika ini dimanfaatkan oleh segelintir pejabat untuk membangun narasi seolah Wali Kota Kediri adalah sosok yang antikritik. Praktik saling lempar tanggung jawab (dibaca; pingpong) kepada jurnalis kembali terjadi, memperlihatkan kesan kurangnya keterbukaan dan kemauan untuk menghadapi sorotan publik secara objektif.
“Kami mendengar memang ada beberapa lurah tidak loyal terhadap Mbak Wali, namun kami tidak berani menyebutkan namanya,” ucap salah satu lurah minta identitasnya dirahasiakan.
Mandeknya dana kelurahan bukan hanya soal teknis administratif, tetapi telah menyentuh aspek tata kelola pemerintahan yang patut dipertanyakan. Apalagi ketika kelambanan birokrasi berimplikasi langsung terhadap pelayanan publik di tingkat akar rumput. Publik tentu berharap, Pemerintah Kota Kediri tidak abai terhadap suara-suara kritis dan segera bertindak tegas terhadap siapapun yang terbukti menghambat jalannya roda pemerintahan.
jurnalis : Nanang Priyo Basuki – Sigit Cahya Setyawan