KEDIRI – Dalam beberapa hari ini, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berada di Kediri dalam sejumlah rangkaian kegiatan. Sebut saja mengunjungi Pondok Pesantren Lirboyo, dalam tanda kutip sejumlah pengasuhnya kini menduduki jabatan penting di PBNU, seiring terpilihnya KH. Yahya Cholil Staquf. Dalam Muktamar NU ke-34 bertempat di Lampung.
Selain mengunjungi sejumlah tempat, yang cukup membuat kaget warga Kota Kediri adalah pernyataan Wali Kota Kediri, Abdullah Abu Bakar. Saat mendampingi Kang Emil, sapaan akrabnya, berada di Taman Brantas, Jumat (21/01). Mengunjungi taman menghabiskan anggaran Rp 7 miliar, bersumber Perubahan Anggaran Keuangan APBD Kota Kediri Tahun 2017.
“Ini bentuk ucapan terima kasih saya pada Kang Emil dan tim yang telah mendesain Taman Brantas sehingga menjadi keren seperti sekarang. Tadi Kang Emil berjanji untuk membuat desain baru untuk merespon Jembatan Lama, sehingga akan melengkapi yang sudah ada, arealnya akan lebih luas,” ucap Abdullah Abu Bakar dalam siaran pers.
Menyebut Kang Emil yang mendesain, kini menjadi pertanyaan sejumlah pihak. Menginggat sejak proses wacana pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) hingga diresmikan pada Sabtu malam, tanggal 7 April 2018. Saat itu oleh Pejabat Sementara Wali kota, Jumadi, tidak sekalipun menyebutkan nama Ridwan Kamil sebagai arsitektur-nya.
Pertanyaan berikutnya, apakah ini terkait jabatan Kepala Otorita Ibu Kota Negara (IKN)? Menginggat dalam pernyataan Presiden Joko Widodo, diantaranya memiliki kriteria merupakan kepala daerah dan berlatar belakang arsitek. Nama Gubernur Jawa Barat kini juga ramai diperbincangkan sebagai salah satu nominasi. “Saya malah baru tahu jika Taman Brantas yang mendesain Pak Ridwan Kamil. Meski kita semua tahu beliau ada seorang arsitektur mengambil master di luar negeri dan puluhan tahun menjadi tenaga pengajar di ITB,” ucap Hadi Wiyono, salah satu arsitektur senior di Kota Kediri
Menurut Hadi Wiyono jika memang yang mendesain adalah Ridwan Kamil justru dirinya meragukan. “Tentunya jelas lebih keren tidak seperti sekarang,” ungkapnya. Keterangan disampaikan tentunya beralasan, karena Hadi Wiyono juga sempat menyodorkan desain kepada pemerintah kota. Saat itu berniat membangun RTH Brantas, namun kemudian tidak ada kelanjutan.
Hingga kemudian proyek ini berjalan dan telah diresmikan, muncul masalah baru seiring hadirnya Tim dari Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Brantas. Yang melakukan sidak di Taman Brantas, atas aduan masyarakat pada Rabu tanggal 12 September 2018. Saat sidak, turut juga Ketua Komisi Pengendalian Daya Rusak Air, DR Susianto didampingi Kepala Dinas PUPR Kota Kediri saat itu dijabat almarhum Ir. Sunyata.
“Hasil temuan kami di lapangan menemukan adanya pelanggaran pembangunan Taman Brantas. Pelanggaran yang sudah nampak jelas adanya bangunan permanen di Bantaran Sungai Brantas,” jelas Susianto saat itu. Bangunan permanen yang dimaksud Arena BMX dan skate board berupa tembok setinggi 5 meter yang berjarak hanya dua meter dari aliran Sungai Brantas.
Padahal kata Susianto, ada dua hal yang tidak boleh ada bangunan permanen di sungai. Pertama palung sungai dan kedua bantaran sungai. “Kami masih akan mengkajinya lagi dari sisi hukum, sosial dan tata ruang serta ketaatan apakah pembangunan itu sesuai izin yang diberikan,” ungkapnya. Terkait dengan bangunan semi permanen di bantaran sungai masih dapat ditolerir.
“Namun untuk bangunan permanen tidak dapat dibenarkan. Kalau ternyata konstruksi yang direkomendasi bangunan semi permanen, namun yang dibangun permanen harus direkomendasikan untuk dibongkar,” imbuhnya. Kemudian pihak pemerintah kota melakukan rapat internal secara mendadak, karena pembangunannya sudah dimulai melibatkan sejumlah satuan kerja terkait. Salah satu hasil rapat. Meminta agar Dinas PUPR tetap mengurus IMB dalam proyek RTH Brantas.