KEDIRI – Gelombang semangat perubahan menggema dari Terminal Lama Kediri, Selasa (17/6), saat para sopir truk yang tergabung dalam Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) memulai aksi mogok kerja. Dengan membagikan selebaran seruan aksi, mereka menyampaikan pesan tegas: cukup sudah ketidakadilan yang membebani para pengemudi logistik di negeri ini.
Dalam selebaran itu, GSJT menyerukan kepada seluruh sopir agar tidak mengambil muatan pada 17–18 Juni. Aksi ini menjadi pemanasan menuju demonstrasi besar-besaran serentak di berbagai wilayah Jawa Timur pada 19–21 Juni, dengan pusat aksi difokuskan di Surabaya.
Mogok Serentak
Aksi mogok ini bukan tanpa alasan. Ada enam tuntutan utama yang menjadi titik api perjuangan mereka:
-
Hentikan penindakan truk ODOL (Over Dimension Over Loading) yang dinilai merugikan.
-
Tuntutan regulasi tarif angkutan logistik yang adil.
-
Revisi UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
-
Perlindungan hukum yang layak bagi sopir.
-
Pemberantasan praktik pungli dan premanisme di jalanan.
-
Tegakkan keadilan hukum tanpa pandang bulu terhadap sopir.
Makmun Ali, Koordinator Lapangan GSJT Wilayah Kediri Kota, menjelaskan bahwa ini adalah aksi ketiga yang dilakukan GSJT setelah dua aksi sebelumnya belum membuahkan hasil konkret.
“Ini bukan sekadar mogok kerja. Ini suara hati para sopir dari berbagai komunitas yang menuntut keadilan. Mereka ingin perubahan nyata atas kebijakan yang selama ini mencekik,” tegas Makmun.
Ia menyoroti praktik pungli yang masih merajalela, bahkan di jalan tol. “Di Kediri mungkin hanya diminta seribu rupiah, tapi di kota besar bisa sampai Rp250 ribu. Bahkan ada yang dipalak sampai ke dalam kabin, seperti yang sering viral di media sosial,” bebernya.
Tak hanya itu, Makmun juga menekankan pentingnya revisi tarif angkut yang lebih masuk akal dan perlindungan hukum bagi sopir yang selama ini seperti dibiarkan bertarung sendirian di jalanan.
Keadilan Sistem Transportasi

Para sopir dari berbagai daerah akan berkumpul di Kediri sebelum bergabung ke Surabaya. Mereka siap beraksi selama tiga hari penuh, dan jika tak ada tanggapan dari pihak berwenang, mereka mengancam akan melanjutkan aksi bahkan hingga penutupan jalan.
“Kalau tiga hari tidak ada jawaban atau solusi, kami tidak akan tinggal diam. Kami siap lanjutkan aksi sampai didengar,” tegas Makmun penuh semangat.
GSJT menegaskan bahwa perjuangan ini bukan semata untuk para sopir, tapi demi sistem transportasi yang adil, aman, dan beradab di seluruh negeri. Kini, bola ada di tangan pemerintah dan pemangku kebijakan. Akankah mereka mendengar jeritan roda di jalan raya?
jurnalis : Anisa Fadila