KEDIRI – Awalnya saat menyaksikan Persik Kediri menjamu Madiun Putra FC di Stadion Brawijaya pada tahun 2013. Saat di tengah pertandingan tiba-tiba penglihatannya kabur dan kemudian pertandingan usai dia benar-benar tidak bisa melihat. “Saya sampai terjatuh berulangkali turun dari tribun, karena sempat ketinggalan sama teman-teman,” ucap Pandu Permadi Laksono, berusia 28 tahun, warga Kelurahan Mojoroto Gg 7 Kecamatan Mojoroto saat ditemui Rabu (18/08).
Pandu demikian akrab disapa, masih teringat tanggal 25 Januari 2020 tercatat sebagai karyawan honorer daerah (honda) pada Kantor Dinas Sosial Pemerintah Kota Kediri. Sebelumnya dia mengaku sempat beberapa tahun bekerja di Pemerintah Kota Malang. Kemudian memutuskan mudik dan ingin mewujudkan tanah kelahirannya sebagai kota yang ramah disabilitas.
Bagaimana perjuangan dan keinginan di masa depan, dia kemudian menuturkan saat ditemui di ruang kerja berisikan tempat tidur untuk pelatihan pijat dan sound system hasil rakitannya. “Saya menyandang disabilitas sejak semester 4 saat kuliah, terakhir kuliah di STMIK. Saya memang punya penyakit glukoma. Awalnya ingin menjadi pemain sepak biola,” jelasnya.
Namun takdir berkata lain, kemudian dia harus menyandang disabilitas yaitu tuna netra. Mski mengalami kesulitan penglihatan, dia tak putus asa. Dia pun berusaha belajar elektronik yaitu merakit sound system. Bahkan dia juga mampu merakit replika alat musik drum dari bambu. “Bagian soder dan mengebor, saya minta tolong ayah saya,” ucap anak bungsu dari tiga bersaudara, pasangan Hendrik Suwarsito dan Iriani.
Ingin Dirikan Yayasan Disabilitas
Dia pun mengaku mendapatkan keahlian memijat atas rekomendasi Dinas Sosial Pemerintah Kota kediri, kemudian mendapatkan pelatihan di Panti Tuna Netra Kota Malang. “Seharusnya pelatihan selama dua tahun, namun saya bisa menempuh satu tahun delapan bulan. Namun kemudian saya tidak diijinkan pulang, malah kerap diajak kemana. Akhirnya diketahui jika saya diikutkan Lomba Pelayanan Publik Disabilitas Tingkat Nasional,” terang Pandu.
Demi mewujudkan Kota Kediri yang ramah disabilitas, di waktu longgar dia bersama teman-teman lainnya sesama penyandang disabilitas kemudian mendirikan group musik Santoro. “Kami telah menciptakan lagu berjudul Aku Punya Mimpi, berkisah terhindar dari keterpurukan dan tetap semangat. Ini mau buat video klip, jika proses rekaman telah selesai,” ungkapnya.
Selain menguasai sejumlah alat musik, Pandu ternyata memiliki keahlian mampu mengetik dengan komputer. Bahkan bila diijinkan, dia sebenarnya ingin turut terjun ke lapangan membagikan bantuan sosial selama masa pandemi.
“Fasilitas untuk disabilitas di Kota Kediri kian membaik. Saya bekerja serabutan termasuk mengetik dan input data. Pada komputer kan ada aplikasi untuk disabitas MVDA atau screen reader. Meski banyak yang nyinyir kepada saya, namun berusaha tetap tangguh. Tergantung pola pikir kita menjalaninya, jika memiliki sifat emosi maka pikiran tidak akan jalan. Yang penting tetap berusaha,” imbuhnya.
Selanjutnya Pandu berkeinginan mendirikan yayasan bagi penyandang disabilitas, bertujuan mampu dijadikan tempat untuk pelatihan dan ajang komunikasi. “Saat bertemu pak wali dan bu gubernur, oleh stafnya akan dibantu untuk urusan badan hukum pendirian yayasan disabilitas. Tempat yayasan tersebut di rumah saya untuk sementara,” jelasnya.
Editor : Nanang Priyo Basuki