KEDIRI — Senin (01/12) pagi itu, udara di Kota Kediri bergetar oleh suara klakson dan teriakan solidaritas. Puluhan massa dari Yayasan Advokasi Lembaga Perlindungan Konsumen (YALPK) berdiri tegak di depan kantor PT Dipo Star Finance, membawa suara keluh kesah yang sudah lama tertahan. Aksi yang berlangsung hingga enam jam ini membuat Jalan Ahmad Dahlan hingga Jalan Sultan Iskandar Muda berubah menjadi lautan kendaraan yang bergerak tersendat, nyaris beku oleh kemacetan.
Truk-truk besar yang sengaja diparkirkan pengunjuk rasa di bahu jalan menjelma menjadi dinding besi, menyempitkan jalur nasional dan memaksa arus lalu lintas merayap pelan. Sejak pagi hingga siang, hiruk pikuk Kota Kediri seolah terperangkap dalam simpul kemacetan yang tak mudah terurai.
Di balik teriknya aksi, YALPK menuntut keadilan. Mereka menyoroti penarikan sebuah unit truk milik salah satu nasabah yang dinilai jauh dari prosedur yang semestinya. Selain itu, beban pelunasan yang melonjak tinggi disebut-sebut tak masuk akal bagi konsumen yang sudah berusaha memenuhi kewajibannya.
Ketua Harian YALPK, Bramada Pratama Putra, mengurai kisah pilu kliennya. Menurutnya, penurunan ekonomi memaksa sang nasabah goyah dalam membayar angsuran, meski sebelumnya pembayaran berjalan nyaris tanpa cela.
“Angsuran sudah tiga tahun berjalan dari tenor lima tahun, dan total yang dibayarkan sudah mencapai Rp413 juta di luar DP. Memang ada tunggakan, tapi bukan karena menghindar. Ekonominya saja yang merosot,” tutur Bramada.
Sementara itu, perwakilan PT Dipo Star Finance memberikan penjelasan berbeda. Mereka menyebut angka pelunasan yang mencapai ratusan juta bukan hanya mencakup sisa angsuran, tetapi juga denda dan biaya lain yang ditetapkan kantor pusat.
“Nominal Rp350 juta itu sudah termasuk denda. Cabang Kediri hanya menjalankan arahan dari cabang Malang dan pusat. Status angsurannya sudah WO (write off) karena keterlambatan mencapai satu tahun. Unitnya masih aman,” jelas Dwi, staf PT Dipo Star Finance Cabang Kediri.
Di sisi lain, Zainuri — pemilik truk Mitsubishi Canter tahun 2020 — menyampaikan kisahnya dengan suara bergetar. Ia mengaku truknya disita tanpa pemberitahuan resmi, dan prosedurnya jauh dari kata pantas.
“Truk saya dijabel Senin lalu di wilayah Pakel, Tulungagung. Sopir saya dipaksa tanda tangan, bahkan diintimidasi. Sebelumnya, angsuran lancar. Tertinggal setahun terakhir karena saya dan anak saya sakit,” ungkapnya lirih.
Zainuri berharap truknya bisa kembali, karena menurutnya kontrak belum pernah diputus secara sah.
Aksi tersebut ikut dihadiri para sopir dan pemilik truk dari Surabaya, Sidoarjo, hingga Madura. Mereka datang bukan sekadar melihat, tetapi menguatkan sesama yang tengah berjuang menghadapi jerat pembiayaan yang sering kali rumit dan melelahkan.
Keriuhan akhirnya mereda ketika pihak finance berjanji membuka pintu mediasi antara nasabah, cabang, dan kantor pusat. Janji itu menjadi setitik harapan di tengah panasnya konflik.









