KEDIRI – ‘Kami minta keadilan berupa ganti rugi, kami malah diancam suruh lapor ke polisi atau kepada bupati. Kami sadar itu bukan lahan kami, namun apakah Bupati tega atas nasib 500 hingga 600 kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya di lahan itu,” ucap Mohammad Arifin, Koordinator Paguyuban Petani Desa Blaru Badas usai menggelar aksi di Balai Desa Blaru., Kamis (29/07)
Sikap arogan ini dikatakan Agus, kepada para petani dimana tanaman miliknya di atas lahan tersebut kini berubah menjadi kubangan. Bahkan, perlakukan yang sama diterima redaksi kediritangguh, mendapatkan ancaman bila memberitakan terkait aksi warga ini melalui telepon seluler.
“Sebenarnya tadi kami berkumpul untuk menyambut kehadiran bupati, karena tahunya warga kan Pak Bupati Mas Bup. Padahal Bupati sudah perintahkan Inspektorat untuk turun pada Kamis (hari ini, red). Namun karena tidak datang, akhirnya kami datangi balai desa. Janji Pak Kades (Endro Prasmono, red) akan dimintakan ganti rugi kepada pihak CV. Gemilang Bumi Sarana,” ucapnya.
Namun pertemuan Selasa kemarin rupanya tidak membuahkan hasil, bahkan ganti rugi diharapkan tak kunjung ada. Arifin pun menegaskan, bahwa dirinya bersama petani lainnya sadar, bahwa lahan tersebut bukan miliknya. “Kami tahu dan sadar, itu bukan lahan kami. Milik pemerintah dikelola BBWS, lalu bagaimana nasib kami? Telah jerih payah mulai dari lahan tandus, kami tata kemudian rusak digali usai Gunung Kelud Meletus. Kami tata lagi, sekarang mau digali lagi,” imbuhnya.
Mewakili para petani, Arifin berharap Bupati Hanindhito Himawan Pramana segera mengambil langkah tegas dan memberikan solusi atas permasalahan ini. “Meski mereka mengaku punya ijin usaha resmi dan komplit, lalu bagaimana dengan nasib kami. Lebih dulu menggelola lahan itu untuk kebutuhan hidup sehari-hari,” terangnya.
Jurnalis : Yusril Ihsan
Editor : Nanang Priyo Basuki