KEDIRI – Perseturuan antara kelompok petani Desa Blaru Kecamatan Badas dengan PT. Gemilang Bumi Sarana akhirnya diketahui berawal surat penolakan diajukan pada 14 Mei 2018. Hal ini seiring dipasangnya papan pengumuman bertuliskan tentang ijin usaha penambangan sirtu. Akhirnya warga mengatasnamakan Paguyuban Masyarakat Sejahtera ini melakukan penolakan melalui surat.
Berdasar isi surat penolakan tertulis jelas enam poin disampaikan paguyuban masyarakat dan ditandatangani Camat Badas saat itu diketahui tiga kepala desa, diantaranya Kades Blaru, Kades Krecek dan Kades Karangtengah. Sesuai isi surat, bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Konto kini telah menjadi lahan produktif. Poin kedua, bahwa lahan tersebut merupakan sumber utama mata pencaharian warga setempat.
Lalu akan muncul pengangguran, kesulitan air bersih serta dampak sosial lainnya, bila kemudian penambangan diijinkan. Sebelumnya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Propinsi Jawa Timur, juga telah menggeluarkan surat tertanggal 7 Mei 2018. Berisikan penghentian sementara kegiatan penambangan.
“Bagi kami surat ini masih berlaku hingga sekarang dan belum dicabut atau dikeluarkan surat berikutnya,” ucap Arifin, perwakilan paguyuban dikonfirmasi kemarin. Mereka pun tidak tinggal diam, kini kembali meminta dukungan kepada para kepala desa, untuk kembali menegaskan penolakan atas usaha galian dilakukan PT. Gemilang.
Beberapa perwakilan juga kembali berusaha menemui sejumlah kepala desa. Namun apa diinginkan tidak sesuai harapan. Apalagi bila melihat fakta di lapangan, Lahan milik H. Sair dan Siti telah digali tanpa persetujuan pemiliknya.
“Kami sadar lahan tersebut milik BBWS. Namun bila kami diberikan hak untuk menggelolanya, kami siap untuk membayar sewa dan membayar pajaknya,” ucap H. Sair, salah satu pemilik lahan menjadi korban penggalian. Ratusan petani pun kini berharap pemerintah baik Gubernur ataupun Bupati Kediri untuk turun tangan menyelesaikan masalah ini.
Editor : Nanang Priyo Basuki