KEDIRI – Mengupas sosok Raden Abdul Rachim Pratalikrama, lahir di Sumenep, 10 Juli 1898, merupakan anak pasangan Raden Bahauddin Wongso Taruno dan Binti Wahidin, ternyata penuh kisah menarik perlu diketahui publik. Bagaimana sosoknya merancang kemerdekaan republik ini, dengan cara berbeda dengan pahlawan perjuangan lainnya.
Penelusuran jejak Raden Pratalikrama dilakukan tim Komunitas Pecinta Sejarah Kadiri diketuai Novi BMW pada akhir Minggu kemarin. “Beliau sudah benar-benar merancang untuk kemerdekaan Indonesia. Beda dengan perjuangan Pahlawan Cut Nyak Dien masih kedaerahan. Layak menjadi pahlawan nasional atas jasanya merancang UUD sebagai dasar negara yang merdeka dan berdaulat,” terang Novi.
Penelusuran jejaknya diawali saat Novi bersama komunitasnya mengunjungi bekas rumah dinas Residen Kediri. Ia melihat foto Residen pertama Kediri bernama Pratalikrama. Berselang kemudian Novi sempatkan ke Makam Auliya’ Setono Gedong. Mendapatkan makam bertuliskan R. Abdul Rachim Pratalikrama.
“Saya semakin penasaran dan mencari berbagai literatur tentang Residen pertama Kediri tersebut. Salah satu yang mencuri perhatian ketika Majalah Konstitusi karya Lutfi Widagdo terbitan 2014. Menuliskan seorang Pratalikrama merupakan salah satu anggota BPUPKI,” terangnya
Dimakamkan di Setono Gedong
Selain itu, R. Abdul Rachim Pratalikrama juga mengusulkan tentang syarat Presiden Indonesia setelah kemerdekaan dikumandangkan, agar dimasukkan ke dalam Undang Undang Dasar. “Ada 3 poin, yang pertama kelak seorang Presiden Indonesia haruslah warga Indonesia asli, kedua harus beragama Islam dan ketiga sekurang-kurangnya berusia 40 tahun,” ungkap Novi.
Tetapi saat itu, dia sempat ada perdebatan dengan Soepomo terkait usulannya yang harus beragama Islam karena sudah dibahas di Piagam Jakarta. Usulan Pratalikrama kemudian diterima dan dimasukkan dalam UUD bahwa Presiden harus seorang Indonesia asli dan berusia 40 tahun.
Pada literasi juga disebutkan Residen pertama Kediri setelah kemerdekaan ini lahir di Sumenep. Seketika Novi menghubungi temannya yang juga pecinta sejarah di Sumenep. Ia mendapatkan penjelasan, bahwa Pratalikrama merupakan anak dari Raden Bahauddin Wongso Taruno.
Seorang Patih Sampang menikah dengan Sanimah Binti Wahidin. Saat berusia 4 tahun, beliau sudah ditinggalkan sang ibu menghadap sang Khalik dan dimakamkan di Pulau Sapudi. Diketahui bahwa Pratalikrama juga memiliki adik yang merupakan pahlawan nasional yakni Halim Perdanakusuma.
“Sebelumnya menjabat sebagai Residen Kediri, beliau merupakan Fu Syucokan atau Wakil Residen saat masa Jepang. Beliau juga pernah menjabat sebagai Wedana di Pulau Sapudi,” ujar pencinta sejarah ini. Selain itu sepak terjang beliau juga pernah menjadi Patih di Panarukan dan Lumajang.
Lalu Pratalykrama mendapatkan kepercayaan sebagai anggota perancangan dengan Abi Kusno dan Cokro Suwoyo berada di Panitia Perancangan Pembela Tanah Air. Saat BPUPKI dibubarkan, beliau kembali ke Kediri dan selang 10 hari kemudian Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Selanjutnya di Kediri terjadi pelucutan senjata dan mengadakan rapat besar yang dipelopori oleh Mayor Bismo. Kemudian menetapkan Pratalikrama sebagai Residen pertama, untuk mendukung pemerintahan Republik Indonesia pada 19 Agustus 1945.
Namun takdir berkata lain, pada 8 Juli 1948, dua hari sebelum ulang tahun ke-50, beliau meninggal dunia. Kemudian dimakamkan di area bangsawan Kediri Makam Setono Gedong. “Perjuangan beliau luar biasa merintis kemerdekaan. Merancang UUD sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Saya berharap, beliau menjadi pahlawan nasional, kami butuh dukungan pemerintah dan tokoh masyarakat,” harapnya.
Penulis : Kintan Kinari Astuti Editor : Nanang Priyo Basuki