KEDIRI – Anjloknya prestasi Persik Kediri dalam beberapa musim terakhir tidak hanya berdampak pada posisi klub di klasemen, tapi juga memukul sektor ekonomi informal, khususnya para pedagang atribut tim atau jersey. Sejumlah pedagang mengeluhkan omzet yang menurun drastis, bahkan nyaris tanpa pembeli saat pertandingan digelar di stadion Brawijaya, Senin (05/05).
Aris, pedagang atribut Persik yang sudah berjualan sejak era kejayaan klub tahun 2006, mengatakan bahwa performa tim membuat antusiasme suporter menurun tajam.
“Dulu, waktu Persik jaya, terutama zaman Gonzales, satu pertandingan bisa dapat omzet 25 juta. Sekarang, bisa di bawah satu juta. Kalau terus kalah, ya nggak ada yang beli kaos,” ujar Aris yang kini juga mencoba menjual perlengkapan umum seperti sepatu bola dan atribut tim lain seperti Arema.
Hal senada disampaikan Turmuzi, pedagang lainnya yang mulai berdagang sejak tahun 2023. Ia menyebut bahwa sejak prestasi klub menurun, pemasukan pun ikut merosot. Ia menyinggung soal perubahan kepemimpinan di Kota Kediri yang ikut memengaruhi situasi.
“Dulu waktu Wali Kota Pak Maschut, Persik banyak meraih kemenangan, tapi setelah pergantian wali kota itu prestasi Persik menurun terus. Dulu bisa habis satu karung di satu pertandingan, sekarang sehari bisa nggak laku sama sekali,” kata Turmuzi.
Turmuzi menambahkan, “Kalau nggak ada dukungan dari atas, ya timnya juga berat naik. Padahal dulu, waktu masih sering juara, jualan rame terus. Sekarang ya harus cari tambahan dari jualan kebutuhan harian.”
Mereka berharap Persik bisa bangkit dan kembali menjadi kebanggaan kota, sehingga ekonomi mikro seperti penjualan atribut juga ikut hidup kembali. “Kalau menang terus, pasti rame lagi,” tutup Aris.
Jurnalis : Neha Hasna Maknuna