KEDIRI – Mengutip lirboyo.net Sejak dulu hingga sekarang, hamparan alam semesta menyimpan jutaan rahasia. Sehingga tak aneh, sejak zaman dahulu, masyarakat jahiliyah memiliki perhatian lebih terhadap berbagai fenomena dan kejadian alam yang terjadi, tak terkecuali mengaitkannya dengan hal-hal yang berbau gaib. Namun semenjak kedatangan agama Islam, paradigma yang mengakar kuat di masyarakat tersebut sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan. Dalam konteks ini, yang menjadi bukti nyata adalah terkait fenomena gerhana bulan.
Dalam al-Qur’an, Allah swt. telah berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.” (QS. Fusshilat [41]: 37).
Sebagai bentuk dari representasi ayat tersebut adalah adanya kesunahan salat Khusufaian (dua gerhana) yang mencakup salat gerhana bulan (Khusuf) dan salat gerhana matahari (Kusuf). Kedua salat ini merupakan salah satu ibadah yang hanya dikhususkan untuk umat Nabi Muhammad Saw. Salat gerhana matahari (Kusuf) pertama kali disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah. Sementara untuk salat gerhana bulan (Khusuf) baru disyariatkan sekitar tiga tahun setelahnya, yakni bulan Jumadil Akhiroh di tahun kelima Hijriyah.[1]
Hukum Salat Gerhana Bulan
Dalam sudut pandang tuntutan hukumnya (taklifi), salat gerhana bulan termasuk kategori salat sunah yang mukkadah. Artinya, salat gerhana merupakan ibadah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan, baik secara Munfarid (sendirian) ataupun berjamaah. Namun, yang lebih utama adalah dilakukan secara berjamaah.
Waktu Salat Gerhana Bulan
Salat gerhana memiliki kaitan yang sangat erat dengan waktu terjadinya gerhana itu sendiri. Salat gerhana bulan disunahkan untuk dilakukan sejak awal mula terjadinya gerhana. Kesunnahan ini akan berakhir apabila proses gerhana telah usai (injila’). Secara spesifik, gerhana bulan (Khusuf) akan berakhir dengan selesainya proses gerhana atau terbitnya matahari.[2]
Tata Cara Salat Gerhana Bulan
Apabila merujuk dalam khazanah fiqih, salat gerhana bulan sedikit berbeda dengan yang lainnya. Dikatakan berbeda karena dalam segi praktek pelaksanaannya, salat ini memiliki karakteristik yang sangat berbeda, yakni di setiap rokaatnya terdapat dua kali berdiri, dua kali ruku’ dan dua kali I’tidal. Meskipun pada dasarnya salat gerhana dapat dilakukan sebagaimana salat sunah yang lain, yakni dua rokaat tanpa menggandakan berdiri, ruku’, dan i’tidal di setiap rokaatnya. Akan tetapi para ulama berpendapat, praktek yang demikian merupakan pelaksanaan paling minimalis dan kurang utama untuk dilakukan (khilaful afdhol).[3]
Adapun tata cara pelaksanaan salat gerhana bulan yang sempurna adalah sebagai berikut:
1.Niat sholat gerhana bulan;
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ رَكْعَتَيْنِ إِمَامًا/ مَأْمُوْمًا لِلهِ تَعَالَى
“saya niat (melaksanakan) salat sunah gerhana bulan 2 rokaat karena Allah ta’ala”.
2.Takbiratul ihram;
3.Membaca do’a iftitah dan ta’awudz, kemudian membaca surat al-Fatihah dan membaca surat;
4.Ruku’;
5.Bangkit dari ruku’ (i’tidal);
6.Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat al-Fatihah (berdiri kedua);
7.Ruku’ kembali (ruku’ kedua);
8.Bangkit dari ruku’ (i’tidal);
9.Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali;
10.Bangkit dari sujud lalu mengerjakan rokaat kedua sebagaimana rokaat pertama;
11.Setelah sujud kedua di rokaat kedua, diakhiri dengan duduk tahiyyat akhir;
12.Salam.[4]
Salat gerhana bulan akan lebih sempurna apabila dilakukan sesuai urutan dan tata cara sebagaimana yang telah disebutkan di atas dan menambahkan hal-hal berikut:
Pada rakaat pertama, setelah membaca surat al-Fatihah saat berdiri pertama membaca surat al-Baqarah atau jumlah ayat yang menyamainya. Dan setelah membaca surat al-Fatihah saat berdiri kedua membaca sekitar 200 ayat. Pada rokaat kedua, setelah membaca surat al-Fatihah saat berdiri pertama membaca sekitar 150 ayat. Dan setelah membaca surat al-Fatihah saat berdiri kedua membaca sekitar 100 ayat.
Menurut pendapat lain, secara berturut-turut empat kali berdiri dalam dua rokaat itu disunnahkan membaca surat al-Baqarah atau jumlah ayat yang menyamainya, surat Ali ‘Imran atau jumlah ayat yang menyamainya, surat an-Nisa’ atau jumlah ayat yang menyamainya, dan surat al-Maidah atau jumlah ayat yang menyamainya.
Dalam 2 rokaat tersebut terdapat empat kali ruku’. Secara berturut-turut disunahkan membaca bacaan tasbih dengan kadar menyamai membaca surat al-Baqarah sebanyak 100 ayat, 80 ayat, 70 ayat, dan 50 ayat.
Bacaan al-Fatihah dan surat dibaca secara secara keras (Jahr).
Apabila dilakukan secara berjamaah, bagi imam disunahkan membaca dua khutbah setelah salat gerhana bulan. Adapun syarat dan rukunnya sama persis dengan khutbah jum’at. Adapun substansi khutbah yang disampaikan dalam salat gerhana ditekankan berupa ajakan untuk berbuat baik, seperti taubat, sedekah, dan lain-lain.[5]
[]waAllahu a’lam
_____________________
Referensi:
[1] Tarsyih al-Mustafidin, hal. 97, cet. Al-Haromain.
[2] Hamisy Fathil Qorib, vol. I hal. 230, cet. Dar al-‘Ilmi.
[3] Syarah al-Mahalli ‘ala al-Minhaj, vol. I hal. 361, cet. Al-Hidayah.
[4] Kifayatul Akhyar, vol. I hal. 151, CD. Maktabah Syamilah.
[5] Syarah al-Mahalli ‘ala al-Minhaj, vol. I hal. 361-363, cet. Al-Hidayah.