KEDIRI – Tidak ada kompromi bagi pelaku atau turut serta terhadap Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di era pemerintahan Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana. Gebrakan awal setelah sepuluh bulan menjabat, orang nomor satu di Kabupaten Kediri ini. Rupanya tidak lepas dari sosok Dua R, memiliki jabatan penting di masing-masing lembaga penegak hukum.
Sosok R pertama adalah AKP Rizkika Athmada Putra, Kasat Reskrim Polres Kediri dikenal selalu ada hadir di setiap kejadian luar biasa di wilayah hukumnya. Sejumlah prestasi sejak menjadi anggota Polri memiliki kejuruan Reskrim, sebenarnya sangat banyak ditorehkan sebelum menjabat Kelud 7.
Namun spesialis pemburu pelaku kejahatan ini memilih merendah dan mewanti-wanti agar tidak dipublikasikan. “Otomatis, siapapun yang bertindak kejahatan di wilayah hukum kami, adalah tanggung jawab kita baik diminta ataupun tidak. Termasuk melakukan tindak pencegahan kejahatan berupa korupsi di lingkungan birokrasi. Kami secara pribadi siap mengawal Mas Dhito (Bupati, red),” ucap AKP Rizkika saat dikonfirmasi Jumat (10/12).
Begitu juga R berikutnyanya, Roni, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri. Meski namanya cuma empat huruf namun prestasi selama menjabat di Korps Adhyaksa tak diragukan lagi. Sejumlah kasus korupsi berhasil diungkap dan menjebloskan para pelakunya ke ‘Hotel Rodeo’.
“Istilahnya Merah Putih, kami selalu bekerja atas dasar temuan barang bukti. Bila ada masyarakat atau kelompok masyarakat yang dirugikan, maka kami akan hadir. Kami terbuka kepada siapapun yang ingin meminta pelayanan atau konsultasi terkait hukum. Namun, kami berharap dukungan dari masyarakat agar amanah diberikan pimpinan, mampu kami jalankan sebaik mungkin,” ungkap Kasi Intel.
Lalu apa sebenarnya ingin dilakukan Mas Dhito dalam mewujudkan birokrasi bersih dan bebas KKN? “Kami akan membangun pondasi yang kuat, untuk membenahi birokrasi di Kabupaten Kediri. Tak ada kompromi terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi,” ungkapnya.
Diantara kebijakan dikeluarkan Bupati, seluruh transaksi keuangan yang bersumber pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) diterapkan menggunakan sistem Transaksi Non Tunai (TNT). Kemudian diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Kediri Nomor 23 Tahun 2021. Pada kebijakan itu, transaksi keuangan di atas Rp. 1 juta harus secara non tunai. “Sistem ini juga mencegah transaksi ilegal. Karena dengan TNT ini digital transaksi terlihat, sehingga potensi penyelewengan anggaran bisa diminimalisir,” kata Mas Dhito, beberapa waktu lalu.
Kemudian, untuk membangun pemerintahan yang bebas dari tindak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang cukup rawan bagi kalangan pejabat. Mas Dhito mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 35 Tahun 2021. Perbup disahkan pada Agustus 2021, kemudian seiring dibentuknya Satgas Khusus menunjuk Inspektorat selaku Unit Pengendali Gratifikasi (UPG). Berisi tentang pedoman pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kediri.
Tak kalah penting, dalam Perbup itu diatur tentang perlindungan terhadap pelapor baik dari segi hukum, perlakuan diskriminatif, ancaman fisik atau psikis karena melaporkan gratifikasi. Perlindungan pelapor itu, implementasinya termasuk diberikan pada pelapor dalam kasus dugaan jual beli jabatan perangkat desa. Sebagaimana diketahui, untuk memupus rantai penyalahgunaan wewenang pejabat dalam pengisian perangkat, mengacu pada Perbup Nomor 48 Tahun 2021 pengisian perangkat desa dikembalikan menjadi hak setiap kepala desa.
Meski begitu, pemerintah tetap melakukan fungsi monitoring dan mengevaluasi kinerja dari tiap-tiap desa. Dalam hal ini, Mas Dhito telah memerintahkan Inspektorat untuk membentuk tim monitoring termasuk menindaklanjuti adanya aduan jual beli jabatan perangkat. “Pengisian perangkat ini, kalau ada yang terbukti melakukan penyelewengan kita beri sanksi,” tegasnya.