KEDIRI – Sidang lanjutan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan terdakwa Ferry Irawan di Pengadilan Negeri Kota Kediri, Rabu (05/04). Menghadirkan 4 orang saksi dari pihak hotel tempat kejadian perkara. Pada sidang tersebut, juga dilakukan pemutaran rekaman CCTV saat peristiwa berlangsung.
Melalui kuasa hukum terdakwa, Epi Rahmad Fani Gunadi maupun Jeffry Nicolas Simatupang berkeyakinan bahwa perbuatan yang didakwakan kepada klien-nya, tidak sesuai dengan kenyataan. “Ada nggak sesuai dengan yang kenyataan. Apa yang dihasilkan kan? cuman Pak Feri sama Bu Vena keluar dari kamar hotel terus kembali ke kamar hotel. Tidak ada yang dikejar, di maki-maki, diteriakin atau dicekik atau diapakan tidak ada di sana,” ungkapnya usai sidang.
Bahwa menurutnya, majelis hakim tidak hanya melihat sisi materil namun juga formal. “Bila kemudian tidak memenuhi syarat itu, seharusnya sudah gugur demi hukum. Alat bukti itu termasuk itu juga,” imbuhnya. Bila mengacu rekaman CCTV yang diputar dalam persidangan.
Adapun 4 saksi dihadirkan dari pihak hotel, Inggit, Putri, Betris Ayu dan Ribut Santoso. Disampaikan Inggit selaku Front Office Manager dalam persidangan, bahwa korban Venna Melinda menginap di hotel pada 7 Januari malam hari hingga 9 Januari.
“Jadi pada tanggal 8 Januari 2023 sekitar pukul 9 pagi di Hari Minggu ada kejadian saya mendengar suara HT dari staf ke secuirity. Untuk segera datang ke lantai 5 kamar 511. Lalu saya bergegas kesana bersama Ribut. Disana ada Bu Venna dan Pak Ferry. Saya langsung masuk ke kamar tetapi pintu tertutup lalu saya buka karena pintu tidak terkunci. Keadaannya bed sudah berantakan dan Ibu Venna duduk di kasur dan Ferry duduk di kursi,” jelasnya.
“Saya tanya ada apa, Bu Venna hanya bilang tolong panggil polisi. Saat itu Ibu Venna berlumuran darah sambil menangis histeris. Darah ada dibajunya Ibu Venna, di lantai dan di karpet. Pak Ferry duduk di kursi kerja sambil melihat ke saya dan Ibu Venna. Ibu Venna cerita kalau dipiting dan ditindih dengan dahi. Saya sudah menyarankan untuk ke rumah sakit tetapi Ibu Venna menolak. Petugas kepolisian datang setelah 30 menit dan meminta yang tidak berkepentingan untuk keluar,” terang Inggit.
Dari Putri Kartika selaku CRO di Front Office menjelaskan, bila dirinya dihubungi melalui HT. “Saat itu Ibu Inggit dan Pak Ribut sudah ada di kamar, Pak Ferry di luar kamar tapi Ibu Venna di dalam kamar. Saya coba menenangkan Ibu Venna karena menangis histeris dan hidungnya berdarah. Bu Venna bilang, saya akan cerita kalau ada polisi. Saat itu Ibu Venna cerita melalui telepon ke anak dan temannya, lalu cerita kalau hidungnya sakit ditekan dahi suaminya. Pak Ferry sempat memberikan HP ke Ibu Venna untuk video call. Saya juga sempat menggantikan baju bu venna dan mengeluhkan sakit di pinggang,” jelasnya.
Selanjutnya keterangan disampaikan Betris selaku housekeeping. “Saya mendengar ada perempuan minta tolong di depan lift, senderan di tembok berlumuran darah. Saat itu saya di lantai 6 mau ke lantai 5, turun memakai tangga.. Teriakannya seperti nangis minta tolong, lalu ketika bertemu dengan saya, Ibu Venna bilang tolong panggil polisi. Ibu Venna berlumuran darah dan ada Pak Ferry di depannya. Saya segera turun ke lantai 1 untuk memberi tahu ke atasan saya. Lalu saya kembali ke lantai 5 tetapi sudah tidak ada orang. Lalu Pak Ferry buka pintu untuk meminta tolong, lalu saya bersama leader saya masuk ke kamar. Ibu Venna duduk di kasur dan keadaannya menangis berlumuran darah,” terangnya.
Keterangan sama disampaikan Ribut selaku koordinator sekuriti. “Saat itu ada beberapa teman-teman. Kondisi Ibu Venna ada di bed duduk sambil menangis dan ditenangkan oleh Ibu Inggit. Lalu saya mengambilkan P3K, tapi hanya mau dipanggilkan pihak Kepolisian. Pak Ferry sempat mondar-mandir dan menenangkan Ibu Venna. Lalu setelah Kepolisian datang, kemudian dibawa ke RS Bhayangkara,” jelasnya.
Kamar merupakan tempat kejadian perkara ini kemudian diamankan dan tidak boleh ada masuk kecuali pihak Kepolisian. “Kemudian dilakukan pemeriksaan CCTV lewat DVR dimasukkan ke flashdisk. DVR tidak dilakukan penyitaan tetapi lewat flashdisk. Tidak ada audio tetapi hanya gambar saja. Pemindahan dari DVR ke flashdisk di pos sekuriti,” jelasnya.
Terkait keterangan saksi, terdakwa Ferry membantah keterangan saksi Betris. Menyampaikan jika dirinya melambaikan tangan. “di CCTV tadi, saya tidak melambaikan tangan,” ucap terdakwa. Sidang pun bakal dilanjut Kamis, dengan agenda menghadirkan 4 orang saksi dari pihak RS Bhayangkara, RS Mitra Keluarga dan Radiologi.
Dikonfirmasi usai sidang, Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yuni Priyono menyampaikan, bahwa CCTV merupakan bukti digital forensik. “Mengenai ketentuan atau aturan yang ada mengenai barang bukti digital ada di peraturan Kapolri. Berita acara pemindahan file dari DVR CCTV ke flashdisk telah dibuatkan. Sehingga kemurnian atau keasliannya terjamin. Karena yang melakukan pemindahan juga pihak yang berwenang,” terangnya.
Jurnalis : Kintan Kinari Astuti Editor : Nanang Priyo Basuki