Acara ini bukan cuma soal menang dan kalah. Di balik peluh dan sorak penonton, ada misi besar: membentuk karakter, membangun semangat juang, dan membuktikan bahwa tinju bukan soal kekerasan, melainkan tentang kendali, sportivitas, dan kebanggaan daerah.
KEDIRI – Suara bel tinju menggema dari Jaya Ningrat Camp, Desa Joho, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Minggu (1/6). Bukan sekadar adu jotosan, acara ini jadi bentuk nyata perlawanan terhadap maraknya aksi tawuran di kalangan muda.
Diinisiasi oleh Misbachul Umam, eksibisi ini jadi panggung alternatif bagi anak-anak muda yang ingin menyalurkan energi mereka ke jalur prestasi, bukan anarki.
“Kami ingin menyediakan tempat bagi para atlet yang sering luput dari perhatian. Daripada berkelahi di jalan, lebih baik naik ring dan bawa pulang medali,” ungkapnya selaku ketua pelaksana acara.
Sebanyak 70 petinju dari berbagai kelas – junior, senior, hingga putri – saling adu teknik dalam 35 laga. Mereka datang dari Kediri, Blitar, dan kota-kota lain di wilayah Karesidenan Kediri.
Kapolsek Wates, AKP Agus Sudarjianto, membuka acara secara resmi. Hadir pula Danramil, kepala desa, dan tokoh-tokoh masyarakat sebagai bentuk dukungan penuh terhadap pengembangan olahraga lokal.
Yang paling menyita perhatian, kehadiran Budi Rahardjo alias Kang Edot – petarung nasional One Pride MMA. Ia turut naik ring, bukan untuk mengejar gelar, tapi memberi semangat.
“Motivasiku simpel. Lebih baik tanding di ring daripada tawuran di jalan. Aku ingin tunjukkan, olahraga bisa jadi jalan hidup,” ucap Kang Edot dengan penuh semangat.
Ditegaskan AKP Agus, bahkan pihaknya menyambut antusias gelaran ini. Ia melihatnya sebagai langkah strategis untuk meredam konflik remaja sekaligus menjaring bibit atlet berbakat dari daerah.
jurnalis : Rohmat Irvan Afandi