Bagaimana proses penegakan hukum dalam kasus pelanggaran RTRW?
- Peran masyarakat dalam mengawasi tata ruang?
Ada sejumlah kasus serupa di kota lain dan dilakukan penindakan sebagai bentuk efek jera
KEDIRI – Setelah sempat bungkam, akhirnya Hanafi, pemilik kandang sapi di kawasan RW 07, Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, Kediri, buka suara. Ia mengonfirmasi bahwa saat ini ada 40 ekor sapi di kandangnya yang siap untuk dipindahkan. Proses pemindahan, katanya, sudah mulai dilakukan dan ditarget rampung paling lambat Sabtu.
“Empat kali angkut, selesai. Jumlahnya juga cuma 40 ekor,” ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (21/5).
Namun, persoalan tidak hanya soal sapi. Lebih dalam, kasus ini menyentuh pelanggaran tata ruang, yang semestinya tak bisa dipandang enteng. Menurut Plt Kepala Dinas PUPR, Yono Heryadi, pihaknya telah mengeluarkan surat resmi penutupan terhadap peternakan tersebut. Hal ini menandakan adanya dugaan pelanggaran terhadap aturan penataan ruang.
Melanggar Tata Ruang Bukan Sekadar Urusan Administratif
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pelanggaran tata ruang bukan perkara sepele—ada ancaman pidana di baliknya. Hukum tak hanya bicara soal bangunan tanpa izin, tapi juga soal fungsi ruang yang diubah secara ilegal, yang bisa berdampak serius bagi lingkungan maupun masyarakat sekitar.
Berikut rincian ancaman hukuman pidana berdasarkan dampak pelanggaran:
Jika mengubah fungsi ruang tanpa izin: Penjara maksimal 4 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
Jika menimbulkan kerusakan harta benda: Penjara hingga 4 tahun dan denda maksimal Rp2,5 miliar.
Jika sampai menyebabkan kematian: Penjara hingga 15 tahun dan denda Rp8 miliar.
Bagi pejabat yang menyetujui tanpa patokan RTRW: Penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp500 juta, plus sanksi tambahan berupa pemberhentian tidak hormat.
Pelanggaran Bukan Hanya Soal Bangunan
Contoh pelanggaran tata ruang sangat relevan dengan kondisi di lapangan:
Mendirikan bangunan tanpa izin sesuai RTRW.
Membangun di zona terlarang (misalnya zona hijau atau konservasi).
Mengubah fungsi ruang (misalnya dari lahan hijau jadi peternakan) tanpa izin sah.
Yang penting dicatat: sanksi pidana bisa kumulatif. Artinya, selain pidana penjara dan denda, pelaku juga bisa dikenai sanksi administratif seperti pencabutan izin usaha, denda administratif, hingga pembongkaran bangunan.
Tak hanya itu, Undang-Undang juga mengatur sanksi perdata, yang memungkinkan masyarakat menuntut ganti rugi jika merasa dirugikan akibat pelanggaran tersebut.
UU Jelas, Lalu Mengapa Tak Diterapkan?
Pasal 69 UU Penataan Ruang secara eksplisit menyebut bahwa pelanggaran terhadap RTRW yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang diancam hukuman penjara hingga 3 tahun dan denda Rp1 miliar. Jika regulasinya tegas, mengapa penegakannya terasa longgar?
Pertanyaannya kini bukan sekadar kapan sapi-sapi itu dipindahkan, tapi mengapa pelanggaran tata ruang yang nyata bisa luput dari jeratan hukum pidana? Apakah ada pembiaran? Apakah ada celah dalam pengawasan? Atau justru ini cerminan lemahnya komitmen terhadap aturan ruang yang seharusnya melindungi kepentingan bersama?
jurnalis : Anisa Fadila - Nanang Priyo BasukiBagikan Berita :