KEDIRI – Solidaritas Alumni Sekolah Peternak Rakyat Indonesia (Saspri) Nasional angkat bicara, terkait kasus hibah sapi dengan terdakwa Joni Sriwasono. Ketua Kelompok Peternak Ngudi Rejeki Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri, harus duduk di kursi pesakitan didakwa melakukan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (27/8), Jaksa Penuntut Umum menghadirkan empat orang saksi. Terdiri dari dua pejabat Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Kabupaten Kediri, satu dari Kementerian Pertanian, serta satu dari Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari Malang. Sekretaris Wakil Wali Utama Saspri Nasional perwakilan Jawa Timur, Subekti, hadir langsung di persidangan memberikan tanggapan.
Bahwa kesaksian yang disampaikan belum sepenuhnya transparan. Menurutnya, keterangan para saksi terutama terkait teknis program desa korporasi sapi justru menimbulkan tanda tanya.
“Kementerian terkesan melakukan pembiaran karena tidak ada monitoring. Mereka menyebut ada yang berhasil, tapi faktanya di Jawa Timur hanya ada di Kediri dan Probolinggo, dan semuanya tidak berjalan maksimal,” ujar Subekti.
Ia juga menyoroti pernyataan salah satu saksi dari DKPP, yakni Kabid Peternakan Istar Abadi. Menurutnya, sosialisasi juknis program yang disampaikan ke peternak justru membuat kerugian besar.
“Pak Istar bilang ke peternak, kalau jual satu sapi harus beli satu lagi sebagai pengganti. Itu berdasarkan asumsi pribadi, tapi di persidangan dia mengaku tidak ada aturan seperti itu. Kesalahan sosialisasi ini membuat peternak rugi besar, apalagi biaya pakan saja bisa mencapai Rp2 juta per hari,” tegasnya.
Lebih lanjut, Subekti menilai kasus yang menjerat Joni cenderung dibesar-besarkan. Ia menyebut kerugian negara yang dituduhkan masih di bawah Rp1 miliar, bahkan penyusutan ternak yang dikelola Joni relatif lebih baik dibanding kelompok lain.
“Kerugian disebut Rp900 juta. Awalnya ada 117 ekor, sekarang masih 80 ekor. Itu jauh lebih baik dibanding empat kelompok lain di Kediri. Bahkan di Probolinggo jumlah sapi yang dijual lebih banyak, tapi sampai sekarang tidak ada tindakan hukum di sana,” ungkapnya.
Saspri menduga ada indikasi tebang pilih dalam penanganan kasus desa korporasi sapi ini. Karena itu, pihaknya berencana menempuh langkah hukum, terutama terkait dugaan penyimpangan juknis yang disampaikan DKPP kepada peternak.
“Kami mendorong aparat penegak hukum untuk mengusut lebih dalam penerima hibah sapi selain kelompok Ngudi Rejeki,” pungkas Subekti.