JAKARTA – Mengacu Undang-Undang No.19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan mengatur adanya Dewan Pengawas KPK. Dewan Pengawas berjumlah lima orang, diangkat dan ditetapkan oleh Presiden dan memegang jabatan selama 4 (empat) tahun. namun seiring telah dilantiknya mereka, sejumlah permasalahan kini dikabarkan terjadi di internal lembaga anti rasuah, diawal terbentuk kinerjanya sangat mendapatkan apresiasi warga Indonesia. Munculnya aksi adanya indikasi pelemahan hingga sengaja menyingkirkan tim terbaiknya, ,menggema di seluruh negeri. Lalu siapa mereka dewan pengawasa diharapkan mampu menjaga marwah KPK.
Tumpak Hatorangan Panggabean (Ketua Dewan Pengawas)
Lahir di Sanggau, Kalimantan Barat pada 29 Juli 1943. Lulus sebagai sarjana hukum di Universitas Tanjungpura, Pontianak pada 1973. Ia kemudian mengabdikan diri kepada negara dengan berkarir di Kejaksaan Agung dan kemudian diangkat menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Pangkalan Bun pada periode 1991-1993.
Berbagai jabatan di Kejaksaan RI telah dilaluinya, antara lain Kajari Pangkalan Bun (1991–1993), Asintel Kejati Sulteng (1993-1994), Kajari Dili (1994–1995), Kasubdit Pengamanan Ideologi dan Politik Pada JAM Intelijen (1996–1997), Asintel Kejati DKI Jakarta (1997-1998), Wakajati Maluku (1998–1999), Kajati Maluku (1999-2000), Kajati Sulawesi Selatan (2000–2001), dan SESJAMPIDSUS (2001–2003).
Pada tahun 2003, diusulkan oleh Jaksa Agung RI untuk bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai salah satu Pimpinan KPK periode pertama (2003-2007). Tahun 2008, diangkat sebagai Anggota Dewan Komisaris PT Pos Indonesia (Pesero) berdasarkan Keputusan Meneg BUMN.
Pada Juni 2015 hingga Desember 2019, Tumpak menjabat Komisaris Utama PT Pelindo 2 (Pesero) sebelumnya akhirnya dipilih oleh presiden untuk menduduki posisi pejabat sementara (Plt) Pimpinan KPK pada tahun 2009-2010. Atas pengabdiannya, Ia pernah mendapatkan penghargaan Satya Lencana Karya Satya XX Tahun 1997, Satya Lencana Karya Satya XXX 2003 dan Bintang Mahaputera Utama tahun 2009
Indriyanto Seno Adji (Anggota Dewan Pengawas)
Pria kelahiran Jakarta, 11 November 1957 ini menyelesaikan pendidikan sarjana hukum di Universitas Indonesia pada 1982, Magister Hukum bidang Kekhususan Sistem Peradilan Pidana Program Pascasarjana Universitas Indonesia Program Studi Ilmu Hukum pada 1996, dan Program Doktor Ilmu Hukum di Bidang Kekhususan Pidana Program Pascasarjana Universitas Indonesia Program Studi Ilmu Hukum.
Pada tahun 2015, Indriyanto terpilih menjadi Plt. Wakil Ketua KPK menggantikan Wakil Ketua KPK sebelumnya, Busyro Muqaddas yang habis masa jabatannya pada 16 Desember 2014. Dan pada 28 April 2021, Indriyanto dilantik sebagai anggota Dewan Pengawas KPK, menggantikan mendiang Artidjo Alkostar yang berpulang pada 28 Februari 2021.
Sebelumnya, guru besar ilmu hukum ini juga menjadi konsultan ahli di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Anggota tim persiapan pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta pengajar pada beberapa perguruan tinggi, antara lain Program Pascasarjana Universitas Indonesia bidang Ilmu Hukum, Program Magister Hukum Universitas Krisnadwipayana, Program Pascasarjana Universitas Pelita Harapan, dan Program Sarjana Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.
Albertina Ho (Anggota Dewan Pengawas)
Albertina Ho lahir di Maluku Tenggara pada 1 Januari 1960. Ia menjadi sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada 1985 dan meraih gelar Magister Hukum di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto pada 2004.
Usai lulus dari UGM, Albertina menjadi calon hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta dari tahun 1986 sampai ditempatkan ke Pengadilan Negeri Slawi, Jawa Tengah pada 1991 hingga 1996. Setelah itu karirnya berlanjut ke Pengadilan Negeri Temanggung pada 2002-2002 dan melengkapi karirnya di Provinsi Jawa Tengah, Albertina bertugas menjadi hakim di Pengadilan Negeri Cilacap pada tahun 2002-2005.
Tahun 2005, Albertina diangkat sebagai Asisten Koordinator di Mahkamah Agung Bidang Yudisial hingga 2008. Selepas itu, Ia kembali menjadi hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hingga tahun 2011 dan menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sungailiat Bangka Belitung hingga tahun 2012, berlanjut menjadi Ketua Pengadilan Negeri Sungailiat hingga 2014.
Pengalaman Albertina di meja hijau semakin panjang ketika dia menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Palembang pada tahun 2014-2015 dan kemudian pindah ke Pengadilan Negeri Bekasi pada tahun 2015-2016.
Melengkapi karirnya, Albertina diangkat menjadi Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Medan pada Juni 2016 hingga 2019, sebelum akhirnya pindah menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang pada 27 September 2019 hingga 20 Desember 2019. Albertina diangkat menjadi Dewan Pengawas KPK oleh Preside Jokowi pada 20 Desember 2019. Atas pengabdiannya, Albertina Ho telah mendapatkan penghargaan Satya Lencana Karya Satya X, Satya Lencara Karya Satya XX dan Satya Lencana Karya Satya XXX 2018
Syamsuddin Haris (Anggota Dewan Pengawas)
Profesor Riset Bidang Perkembangan Politik Indonesia dan Doktor Ilmu Politik ini lahir di Bima, Nusa Tenggara Barat pada 9 Oktober 1957. Lulus dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Nasional di 1984, dan melanjutkan pendidikannya di Magister FISIP Universitas Indonesia hingga lulus di tahun 2002, serta meraih gelar Doktor di Universitas yang sama pada tahun 2008.
Sejak 1985, Prof. Haris telah mendedikasikan diri menjadi peneliti pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) selama 34 tahun. Selain menjadi peneliti, Ia juga seorang dosen Pasca Sarjana Ilmu Politik di FISIP Universitas Nasional dan dosen Ilmu Komunikasi di FISIP Universitas Indonesia. Tahun 2008-2015, Prof. Haris juga pernah menjadi Sekretaris Jenderal Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI).
Pada tahun 1995-1998, Ia juga pernah menjadi koordinator penelitian Pemilu di Indonesia dan menjadi ketua Tim Penyusun Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Bidang Politik versi LIPI pada tahun 2007. Sejak 2017, Prof. Haris ditunjuk sebagai Ketua Forum Nasional Professor Riset (FNPR) serta dipilih menjadi Ketua Dewan Pakar Himpunan Peneliti Indonesia (Himpenindo) sejak tahun 2018.
Hingga saat ini, Prof. Haris telah menerbitkan 22 buku hasil karyanya, dan menjadi kontributor untuk 62 buku. Salah satu buku karyanya, Demokrasi di Indonesia: Gagasan dan Pengalaman (LP3ES, 1995) telah memperoleh penghargaan sebagai buku terbaik di bidang ilmu sosial dari Yayasan Buku Utama. Selain itu, ia juga pernah mendapatkan pengharagaan Satyalancana Pembangunan dari Pemerintah Republik Indonesia di tahun 2018 dan penghargaan Satyalancana Karya Satya 30 Tahun di tahun 2015.
Harjono (Anggota Dewan Pengawas)
Pria kelahiran 31 Maret 1948 ini merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UNAIR), Surabaya pada 1977. Di tahun 1981, Harjono meraih beasiswa pada program Master of Comparative Law (MCL) pada Universitas Southern Metodist, Dallas, Texas, Amerika Serikat.
Harjono terpilih menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai utusan Jawa Timur pada tahun 1999. Kariernya berlanjut hingga ia dilantik menjadi hakim konstitusi selama dua periode yakni pada 2003-2008 dan 2009-2014.
Di akhir periode pertamanya sebagai hakim konstitusi, Harjono sempat menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi. Pada 12 Juni 2017 dilantik menjadi anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP).
Penerima Bintang Mahaputera Utama tahun 2006 ini juga tercatat pernah menjadi dosen pasca sarjana untuk program Strata-2 dan Strata-3 Ilmu Hukum dibeberapa Universitas seperti Universitas Airlangga, Universitas Islam Indonesia, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Tujuh Belas Agustus, Universitas Islam Malang, Universitas Islam Sultan Agung, dan Universitas Udayana.
Artidjo Alkostar (Anggota Dewan Pengawas) (2019 – 2021)
Pria kelahiran Situbondo, 22 Mei 1948 ini memulai karirnya sejak mendapat gelar sarjana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) pada 1976. Sejak itu, ia mendedikasikan diri menjadi dosen di universitas yang sama dan menjadi advokat di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta sejak 1976-2000 hingga akhirnya ia dipilih menjadi Direktur LBH Yogyakarta pada 1989.
Pada 1989, Artidjo berangkat ke New York, Amerika Serikat untuk mengikuti pelatihan khusus pengacara bidang Hak Asasi Manusia di Columbia University. Ia juga menempuh pendidikan di fakultas Hukum Nortwestern University Chicago dan lulus di tahun 2002. Ia melanjutkan studi S3 di Universitas Diponegoro Semarang dan mendapatkan gelar Doktor Ilmu Hukum di tahun 2007.
Sejak itu juga, Ia bekerja sebagai pengacara di Human Right Watch divisi Asia pada tahun 1989-1991. Pulang dari negeri paman Sam, Ia mendirikan kantor hukum Artidjo Alkostar and Associates hingga kantor itu harus ditutup pada tahun 2000 karena dirinya diminta menjadi Hakim Agung di Mahkamah Agung RI.
14 tahun menjadi Hakim Agung, Artidjo juga dipilih menjadi Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung sejak tahun 2014. Artijo purnatugas dari Mahkamah Agung pada 22 Mei 2018 dan sudah menangani 19.483 perkara sepanjang karirnya.
sumber : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)